Yang tersirat. Hanya hati yang tau dan juga Allah. Yang tersirat ini membahayakan, jika membahayakan tentu merugikan sekali bukan? Eh mungkin bukan hanya merugikan sekali bahkan berkali-kali. Yang tersirat itu ada segelintir orang yang paham maksudnya, ada segelintir orang yang ga paham karena hanya paham yang tersurat.


Yang tersirat akan mudah dipahami jika kita mau menyimak dengan seksama. Yang tersirat pun akan mudah dideteksi jika kita membiasakan diri peka terhadapnya. Sebagian karena kebiasaan, sebagian karena pemberian dari Allah.


Yang tersirat. Adalah hal yang sulit-sulit mudah, gampang-gampang susah. Sudah pasti yang tersirat ini dipahami oleh orang yang di-sirat-i. Yang tersirat adalah hal yang sulit untuk dibuktikan namun terbukti nyata, real. Yang tersirat adalah hal yang tidak mudah dituduhkan kepada seseorang, namun adalah suatu keyakinan untuk mempercayainya.


Yang tersirat saking pentingnya Allah cantumkan dalam Surat Al Baqarah ayat 235 “Janganlah kamu membuat perjanjian (untuk menikah) dengan mereka secara rahasia, kecuali mengucapkan kata-kata yang baik”. Sesungguhnya ayat tersebut berbicara mengenai Talak dan wanita yang sedang dalam masa ‘iddah. Namun menurut saya (diluar dari kebodohan saya terhadap ilmu tafsir dan lainnya yang berhubungan), ayat tersebut bisa dijadikan acuan yang tersirat.


Allah perintahkan jika kita suka (tujuannya untuk menikah) pada seseorang, katakanlah  secara langsung atau dengan sindiran (bukan tersirat yaaaa) atau jika kita tidak melakukan keduanya entah tidak ada keberanian, nyali, atau apapun deh, maka sembunyikan keinginan tersebut di hatimu. Nah ini jangan diumbar-umbar. Ini belum apa-apa udah ngumbar kesana kemari. Kayak lagi obral baju akhir tahun deh, murah murah.


Yang tersirat jika dilakukan buat kode-kodean duh itu kan niatnya udah ga bener.  Dalam Surat Al Baqarah ayat 225 Allah berfirman “Dia menghukum kamu karena niat yang terkandung dalam hatimu. Allah Maha Pengampun, Maha Penyantun”. Nah tuh baru niatnya aja kita udah dihukum, apalagi kalo tuh niat dilakuin. Udah tobat deh tobat.


Yang tersirat, niatnya aja udah dapet hukuman apalagi dilakuin. Ga Cuma berlaku untuk itu, semua hal. Pernah denger katanya kalo niat baik, baru niatnya aja Allah kasih pahala 10. Kalo niat buruk, niatnya aja Allah kasih dosa 1. Tuh Allah kurang Maha Penyayang apalagi coba? Pundi-pundi pahala itu gampang banget didapetin, begitu juga dosa sih. Allah Maha Pengampun.


Allah Maha Tau. Jangankan yang kita pikirin, yang ada di hati kita aja Allah tau. Baca aja diujung Surat Al Baqarah 235 “Ketahuilah bahwa Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu, maka takutlah kepadaNya. Dan ketahuilah Allah Maha Pengampun, Maha Penyantun”. Tuh, kurang apalagi? Kita masih aja songong, sombing (level diatas sombong), maen-maen sama namanya perasaan.


‘Kasarnya’ Allah bilang gini “Hei, kamu kalo emang punya niat yang baik, niat untuk menikahi si Fulan atau si Fulanah, silakan pakai cara yang baik. Jika kamu pria, datangi walinya. Jangan kamu terus datangi si Fulanah lewat media sosial, lewat aplikasi chatting, lewat depan rumah, lewat pikirannya, (hehe). Kalo kamu ga punya niat untuk menikah Cuma suka-sukaan doang, yaudah mundur aja. Jangan main-main sama yang tersirat. Bahaya. Kamu bisa terjebak sendiri, bisa mencelakakan orang juga. Kalo kamu punya niat baik tapi belum sanggup, jaga aja di hati kamu. Cukup kamu dan Aku yang tau. Kalo kamu cinta padaKu, pasti Ku pertemukan dengan orang yang juga cinta padaKu. Itu yang terbaik untuk kamu”.


Pertanyaan yang perlu kita jawab :
1) Apakah tega kita mencintai orang yang kita cintai dengan cara ‘menteror’ lewat berbagai media, berbagai sisi, berbagai lini?
2) Apakah dengan begitu menandakan kita mencintainya?
3) Jika cara tersebut berhasil, apakah kita mendapatkan cinta yang hakiki dan kita bahagia bersamanya?
4) Jikalau cinta kita sebatas ingin memiliki si Fulan atau si Fulanah, lalu setelah memilikinya So What? Terus Apa?
5) Jikalau cinta yang tersirat tersebut menjadi tersurat, adakah anak-anak kita kelak yang terlahir akan menjadi dalil (bukti) kebesaran Allah atas dasar cinta suci kedua orang tuanya?
6) Bila kita tak membunuh perasaan kita demi kebaikan diri kita, si Fulan atau si Fulanah, dan anak-anak kelak yang terlahir dari pernikahannya, akan seperti apa generasi penerus kita?
7) Adakah kita tega pada Rasulullah yang telah ajarkan segala kebaikan, menjadi suri tauladan yang baik, namun kita tidak meneladaninya?
8) Beranikah kita menukar cinta-Nya Allah dengan cinta makhluk-Nya? Memang siapa yang telah memberikan banyak fasilitas gratis pada diri kita? Allah atau makhluk-Nya?



@imardalilah

One Response so far.

Leave a Reply