Kenapa kita harus mengeluh saat menunggu? 
Kenapa kita mesti sebal dengan menunggu? 
Kenapa kita ogah untuk menunggu?


Toh pada hakikatnya kita semua umat manusia sedang menunggu.
Menunggu giliran dipanggil oleh-Nya, keharibaanNya.
Apakah saat kita menunggu dipanggil kita mengeluh? Sebal? Bahkan ogah?


Kita tidak pernah mengeluh, kita tidak pernah sebal, kita tidak pernah marah, saat kita sedang menunggu Izrail menjemput. Kita asik-asik aja, kita have fun, kita tidak merasakan bahwa kita sedang menunggu. Betul?


Kenapa kita bisa bersikap demikian? Bukankah karena kita tidak sadar bahwa kita sedang menunggu? Bukankah karena kita tidak sadar bahwa kita sedang antri, namun entah dapat nomor urut berapa?


Walau demikian kita tetap mempersiapkan diri dengan berbuat kebaikan, mengajak kebaikan, mencegah kejahatan. Walaupun ada juga yang hidup seenaknya, merasa bahwa hidupnya tidak akan pernah berakhir. Bagi yang mempersiapkan mereka sadar kematian itu ada, maka dari itu mereka merasa perlu mempersiapkan. Bagi yang tidak mempersiapkan, mereka tidak sadar bahwa yang paling dekat adalah kematian sehingga bersikap semaunya saja.


Toh begitu juga bukan sisi kehidupan kita yang lain, kita sedang menunggu. Entah menunggu jam istirahat di kantor, jam pulang kerja, jam pulang sekolah dan kuliah, menunggu kelulusan dan wisuda, menunggu diterima kerja, menunggu diterima di sekolah atau universitas, menunggu punya anak, menunggu dilamar, dan menunggu yang lain.


Kita semua manusia pekerjaan tetapnya adalah menunggu. Kapan giliran kita lulus sekolah, kapan giliran kita wisuda kuliah, kapan giliran kita dapat pekerjaan, kapan giliran kita punya anak, kapan giliran kita menikah, begitu kan?


Bagi orang yang sadar bahwa hal-hal tersebut ada, mereka persiapkan dirinya, sebaik mungkin. Bagi yang tidak sadar bahwa hal tersebut ada mereka let it flow, mereka follower ngikut kemana arus membawanya. Tidak ada persiapan, hingga suatu ketika mereka tersadar usia mereka sudah lanjut, mereka buang waktu banyak sekali, mereka lalai, dan lainnya.


Pun begitu dalam menghadapi salah satu fase manusia yaitu menikah. Bagi yang sadar menikah itu penting, mereka akan persiapkan diri sebaik mungkin. Persiapan dari berbagai aspek, mulai dari pribadinya, mentalnya, hartanya, ilmu dan pengetahuannya, dsb yang lebih mempersiapkan pada marriage-nya. Namun bagi orang yang menganggap menikah itu ya menikah saja, yang perlu dipersiapkan ya modalnya. Nanti juga datang jodohnya, lebih kepada persiapan wedding-nya.


Semua orang menunggu tapi jangan hiraukan seberapa lama kita menunggu waktu tersebut tiba. Yang penting adalah dipakai untuk apa waktu kita tersebut dalam menunggu. Persiapan atau berleha-leha? Sungguh rugi saat kita tidak mempersiapkan diri untuk fase kehidupan yang sangat penting.


Pernah saya katakan bahwa marriage dengan wedding itu sangat berbeda. Marriage adalah pernikahan setelah ijab qabul terucap sedangkan wedding hanyalah sebuah pesta, merayakan satu peristiwa yang sangat special dalam kehidupan manusia.


Menunggu itu keharusan yang mesti binti harus kita jalani. Kalo ditunggu nanti dulu, hehe. Ditunggu itu pilihan. Jika ada seorang pria meminang kita sedang kita belum siap, lalu pria tersebut bersedia menunggu maka katakanlah padanya :


“Bang, ibarat supir angkot dan penumpangnya saya adalah penumpang yang belum siap berangkat mengarungi perjalanan. Sedangkan Abang supir yang sudah siap dengan angkotnya, siap mengarungi perjalanan. Silakan saja Abang jalan terlebih dahulu, cari penumpang angkot lainnya yang sudah siap naik angkot Abang. Toh kalo kita jodoh, kita sama-sama siap, Abang sudah siap dengan angkot Abang, saya pun sudah siap, sudah rapi, kita pasti ketemu dipersimpangan jalan, karena apa? Karena Abang siap, saya siap. 


Kalau-lah dalam perjalanan Abang mencari penumpang, lalu bertemu saya lagi dengan kondisi saya sudah siap, Allah-lah yang pertemukan kita. Namun jangan pernah paksakan diri untuk menunggu saya yang belum siap. Itu merugikan diri Abang sendiri. Mestinya Abang udah dapet setoran banyak, karena menunggu saya Abang jadi ga dapet setoran. Jangan merendahkan kualitas diri, jangan membuang waktu hanya demi saya yang belum siap Bang. Silakan cari yang lain yaaa."


Perumpamaannya sebagai berikut :
Abang supir umpamanya pria yang meminang
Penumpang angkot umpamanya wanita yang hendak dipinang
Angkot umpamanya pernikahan
Setoran umpamanya ilmu, pengetahuan, harta, mental, dls


Untuk fase kehidupan apapun, persiapkanlah. Menunggu pernikahan atau apapun sama seperti kita menunggu kematian, ga perlu kesal, marah, sebel, dls. Kita menunggu dengan mempersiapkan diri sebaik mungkin dan yakin oneday hari itu akan tiba. Namun untuk fase pernikahan saran saya jangan pernah mau ditunggu, seperti perumpamaan supir angkot dan penumpangnya itu loh :)



@imardalilah

One Response so far.

Leave a Reply