Perasaan adalah fitrahnya manusia. Ianya adalah berkah dari Allah. Ga mungkin bisa kita hilangkan dan tolak. Perasaan adalah salah satu pembeda antara manusia dengan makhluk dan ciptaan Allah lainnya. Jika kita menolak dan berusaha menghilangkannya, apakah itu pertanda kita ingin disamakan dengan makhluk Allah diluar manusia?


Kalo kita punya perasaan sama lawan jenis, itu ga terlarang. Ciyus, ini enelan loh ga OONg. Kalo kita menolaknya, tanda kita ga terima dong sama fitrah manusia? Yega? Atau nanti bisa-bisa dicurigai kalo kamu penyuka sesama jenis, hehe. Sesama jenis manusia.


Pertanyaan yang sering muncul adalah So What Should I Do? Apa dong yang harus aku lakukan ketika perasaan itu datang?


Jika perasaan terhadap lawan jenis itu muncul, terimalah dan akui bahwa ada segumpal perasaan yang ga biasanya. Perasaan yang ga bisa dideskripsikan dengan kata-kata, dengan gambar, bahkan dengan apapun. Ia hanya bisa dirasakan oleh hati. Perasaan yang aneh, yang bisa membuat diri berubah jadi aneh. Betul?


Perasaan yang bisa bikin salah tingkah kalo ketemu si doi. Perasaan yang bisa bikin tidur ga nyenyak, makan ga enak, mimpi muncul si doi terus *EAaaaaa.


Punya perasaan itu wajar, itu normal banget. Justru pada saat kita berusaha buat menolaknya, perasaan itu akan terus muncul dan memaksa keluar. Dan itulah yang membuat kita jadi ga karuan, gundah dan gelisah, hehe.


Terima dan akuilah kalo kita punya semacam perasaan kepada lawan jenis itu. Ingat, penerimaan dan pengakuan adalah cara kita berdamai dengan diri sendiri. Tanda bahwa kita menerima fitrahnya manusia, menerima kurnia Allah, tanda dari kebersyukuran kita adanya perasaan tersebut. Karena yang demikian adalah tanda kita masih normal, hehe.


Cukup akui ke diri sendiri (self talk) dan Allah. Ungkapkan segala apa yang dirasakan pada Sang Maha Cinta, Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Tentu perasaan itu datangnya dari Allah dan mesti kita kembalikan pada Allah. Jangan akui perasaan itu ke orang lain terlebih ke si doi. Wah itu sangat amat dilarang banget. Kecuali kalo udah siap menikah. Boleh aja sih cerita ke orang lain, asal ke orang yang sangat amat dipercaya. Jangan ke orang yang embernya bolong segede gaban.


Setelah itu jangan pernah mengingat lagi perasaan itu, jangan memelihara perasaan itu. Setelah diakui, lepaskan, ikhlaskan. Jalani hari-hari seperti biasa. Sering sekali kita terjebak dalam perasaan itu sendiri, saat jumpa kita merasa bahagia, sampe kita ga sadar perasaan itu terus tumbuh dan berkembang.


 Kita terlarut dalam perasaan itu. Sampe kita pun ga sadar perasaan itu telah membawa kita semakin dekat, entah gimana caranya kita ga menyadarinya. Saking menganggap itu adalah hal biasa dan bukan apa-apa dan gimana-gimana. Kita telah ditipu setan karena terlarutnya kita dalam perasaan itu dibungkus dengan kebaikan.


Berdamailah dahulu dengan diri sendiri baru setelah itu memikirkan langkah berikutnya. Menolak itu bukan solusi. Setelah berdamai tegaslah pada diri sendiri, tegas untuk bersikap tegas pada doi. Apapun yang membuat kita terstimulus, kurangi dan hilangkan (stimulusnya yang dihilangkan bukan perasaannya). Perasaan itu akan semakin menggila manakala kita membiarkan diri kita tergerus stimulus-stimulus baik dari diri sendiri maupun orang lain. Padahal itu cuma ilusi belaka.


Ga usah nunduk-nunduk kalo ketemu, ga usah malu-malu kucing kalo ketemu, ga usah juga kalo ngomong sok dilembut-lembutin suaranya, dihalusin nadanya, biasa aja. Untuk menguji perasaan kita biasa aja atau masih luar biasa coba tatap mukanya, hahaha. Masih deg-degan atau biasa aja. Kalo udah ga deg-degan tandanya kita mati. Hehe.


Kita mesti pahami perasaan itu datang darimana. Dari ‘godaan’ temen-temen, dari diri kita sendiri yang suka cari-cari ‘Hhm siapa yaaa kira-kira yang bakal jadi jodoh aku?’, dari intensnya interaksi, atau darimana? Nah itu penting banget diketahui diawal.


Kalo datengnya dari godaan temen-temen, buatlah benteng yang kokoh. Kalo bentengnya belum kokoh bilang deh sama temen jangan godain lagi. Kalo bentengnya kokoh saya rasa digodain kayak gitu ga masalah. Kalo datengnya dari diri sendiri yang suka berimajinasi siapa jodohku, berhentilah berimajinasi seperti itu. Fokusnya bukan pada SIAPA tapi pada diri sendiri, diri ini siapa dan punya apa, itu yang menentukan siapa jodohku. Jangan mau terus dibayangi ilusi semu.


Kalo datengnya dari interaksi yang intens, dikurangi interaksinya, dari berbagai lini. Yang penting-penting aja deh interaksinya. Kalo ga ada urusan, ga usah sok-sok tanya kabar, sok-sok tanya pendapat. Nanti jadi malah pembenaran, alasan aja biar bisa tetap interaksi sama doi.


Ada juga yang GR (Gede Rasa) karena saking interaksinya sering eh dia pikir si doi suka. Padahal interaksinya itu, ya perhatiannya, kebaikannya, friendly-nya, itu emang sifat dia. Ke semua orang dia begitu. Bisa-bisanya kita GR, hehe. Kepedean tuh, kejebak sama perasaan sendiri. Padahal doi ga ada perasaan apa-apa, hehe. Jangan juga kalo kita sebagai pelaku  beralesan “Ah engga ko, gw orangnya emang perhatian sama semua orang”. Jelas-jelas kita cuma perhatian sama doi, hehe.






@imardalilah

One Response so far.

Leave a Reply