Terkadang Begitu

Cinta, sampai kapan pun ia tak akan pernah habis dibahas. Akan ada banyak cerita tentang cinta, teorinya, bahkan sampai trik jitu mendapatkan cinta.

Cinta itu membingungkan.

Hati ini butuh cinta. Namun saat sudah memiliki, ia ingin merasakan kesendiriannya. Terkadang begitu, kan?

Cinta itu membingungkan.

Ketika cinta sudah ada dalam genggaman, namun ia ibarat air di daun talas --tak menentu. Tak tentu perasaannya, tak tentu keyakinannya, tak tentu lainnya. Terkadang begitu, kan?

Cinta itu membingungkan.

Ketika aku dan kau saling mencinta ada saja yang membuat ragu akan rasa cintaku padamu, begitu juga rasa cintamu padaku. Ah, memang terkadang begitu bukan?

Cinta itu membingungkan.

Saat kita sepakat "Ayo lanjutkan kisah ini hingga kita tak bisa lagi menggenggam tangan satu sama lain" namun selalu saja ada kata-katamu yang membuat aku enggan mewujudkan kalimat itu, membuat aku ingin menghapus kalimat tersebut. Mungkin kau pun demikian. Terkadang begitu, kan?

Cinta itu membingungkan.

Kita mengaku saling cinta namun terkadang tak ada yang mau mengalah satu sama lain, tak ada yang mau berkorban untuk salah satunya. Terkadang begitu, kan?

Cinta itu membingungkan.

Segala sesuatu akan cinta belum pasti namun yang dibahas antara aku dan kau sudah teramat jauh. Padahal belum pasti kau jadi milikku, demikian pula aku belum tentu jadi milikmu. Terkadang begitu, kan?

Cinta itu membingungkan.

Bila ditahan ia sangat menyakitkan, bila diungkapkan ia sangat mengikat erat. Ujungnya sama saja, sakit. Terkadang begitu, kan?

Maka, tetaplah cinta itu membingungkan. Agar aku dan kau terus berusaha menyibak semua yang membingungkan itu untuk membuktikan benarkah cinta yang ada diantara kita atau ia hanya pandangan mata saja.

@imardalilah

p1

Air Mata

Ketika mata memproduksi satu hingga ratusan tetes air mata, nikmatilah. Mungkin suatu saat kau akan merindukannya. Merindukan tetes demi tetes air bening itu mengalir pelan dari kedua sudut mata hingga membuat jalur di pipi dan terjatuh.

Ketika mata memproduksi satu hingga ratusan tetes air mata, itu bukan pertanda kau seorang yang lemah. Aku yakin, sekaliber penjahat kelas tingkat tinggi pun menangis dan ia menikmati tetes demi tetesnya.

Ketika mata memproduksi satu hingga ratusan tetes air mata, itu sekedar tanda bahwa kau manusia. Ya, manusia. Meneteskan air mata itu bukan kehinaan. Ianya hal yang manusiawi. Sudah fitrahnya.

Jika jarimu sudah lelah menghapus air mata itu kelak akan ada jari-jari yang lain yang selalu bersedia menghapus air matamu. Bahkan menghapus segala penyebab air mata itu keluar dari sumbernya.

Ratusan atau bahkan ratusan juta tetes air mata yang mengalir satu demi satu sedari kau kecil adalah saksi bisu. Saksi kesenanganmu, kesedihanmu, kebahagiaanmu, atau saksi bagi moment lainnya, bagi perasaan lainnya.

Air mata selalu membantu mengeluarkan sesak dalam hati, bukan?

Air mata selalu membantu mengekspresikan betapa bahagianya seseorang hingga ia tak bisa berucap apapun dan hanya bisa mengeluarkan air matanya, bukan?

Air mata selalu memiliki arti di setiap tetesnya. Mungkin jika ia di jadikan cerita per tetesnya tidak akan cukup waktu di dunia ini untuk menuliskan dan membacanya.

Keluarkanlah apapun yang kau rasa. Jika kau tak bisa mengeluarkannya dengan kata-kata melalu lisanmu, setidaknya kau keluarkan melalui tetesan air matamu.

Jangan pernah hiraukan orang lain tentang dirimu yang menangis hingga sembab.

Jangan pernah hiraukan orang lain tentang dirimu yang menangis hingga terisak sesenggukan.

Jangan pernah hiraukan orang lain tentang dirimu yang menangis mengharu biru saat satu-dua kebahagiaan menyertaimu.

Air mata. Bukan tanda kelemahan. Bukan tanda kehinaan.

Air mata adalah buncahan dari perasaan.

@imardalilah

p1

Sekiranya Takdir

Sekiranya takdir berkata pertemuanmu dengan seseorang lebih sebentar dibandingkan perpisahannya, hendak berkata apa kau?

Sekiranya takdir berkata pertemuanmu dengan seseorang lebih sebentar dibandingkan perpisahannya, akankah kau membenci pertemuan itu?

Sekiranya takdir berkata pertemuanmu dengan seseorang lebih sebentar dibandingkan perpisahannya, apa yang akan kau lakukan selama perpisahan itu kau rasakan?

Sekiranya takdir berkata pertemuanmu dengan seseorang lebih sebentar dibandingkan perpisahannya, akankah kau bersedih? Lalu kemudian menghapus pelipur laramu itu?

Sekiranya takdir berkata pertemuanmu dengan seseorang lebih sebentar dibandingkan perpisahannya, bagaimana jika kau merindukannya?

Sekiranya takdir berkata pertemuanmu dengan seseorang lebih sebentar dibandingkan perpisahannya, akankah kau bertanya mengapa hal demikian terjadi padamu?

Dan sekiranya benar itu terjadi --pertemuanmu dengan seseorang lebih sebentar dibandingkan perpisahannya, sungguh itulah takdirmu. Bukan tanpa alasan. Alasannya apa? Teruslah mencari hikmah apa yang hendak Tuhan berikan padamu. Mengapakah Dia begitu tega memisahkan kau dengan seseorang itu begitu cepat?

Hanya dengan akal pikiran takdir bisa terungkap alasannya.
Hanya bagi orang-orang yang berpikir takdir menjadi salah satu bukti adaNya Tuhan dan mengimaninya salah satu kewajiban.

Apakah kita --aku, kau, dia, mereka-- termasuk orang yang memikirkannya? Atau justru kita termasuk kepada golongan yang sekedar bertanya "MENGAPA?"

@imardalilah

p1

Hujan

Gemericik hujan menyamarkan suara isak tangis manusia yang berjalan ditengah serbuan ribuan tetes air.

Hujan, ia seakan mewakili tabiat manusia. Menangis. Terisak sedu. Petirnya yang menggelegar bak teriakan manusia yang sudah tak kuasa lagi menahan rasa duka.

Langit, ia seakan mewakili mata manusia. Terkadang ia bermuram durja bahkan menangis. Diujung langit bagian lain terlihat mendung. Terlihat sekali ia sedang tak bahagia. Terkadang ia tersenyum cerah menerangi manusia yang ada di bumi.

Langit, ianya bak mata manusia. Apa yang sedang ia rasakan tak pernah sedikitpun bisa membohongi manusia yang melihatnya.

Mata manusia, satu-satunya yang tak bisa berbohong. Lisan yang mengucap bisa berkata apapun. Menutupi perasaan hatinya. Menutupi kegelisahannya. Namun mata, apa yang bisa ia sembunyikan dari hatinya? Tidak ada.

Ribuan kali mata menangis --mengeluarkan jutaan tetes air mata-- ia tak akan pernah kering. Bak siklus hujan dan air di bumi. Air hujan yang turun ke bumi diserap oleh tanah yang kemudian dialirkan ke sungai dan lautan. Lalu awan membawa molekul-molekul air yang kelak menjadikannya air hujan. Seterusnya begitu.

Malam ini langit malam menyembunyikan gemerlap bintang dan cahaya bulan.
Malam ini langit malam lebih memilih menghadirkan jutaan tetes air hujan, memutar suara gemericik suara air yang jatuh diatas tanah, dan membasuh sebagian permukaan dengan isak tangisnya.

Air hujan yang mengalir membawa apa yang ada dihadapannya, termasuk luka orang-orang yang malam ini sedang merasakan pilu.

Hujan, aku rela kau bawa luka itu sejauh mungkin. Ke muara sungai yang kau suka. Kemanapun. Sapu bersih ia.

@imardalilah

p1

Maha Indah

Tuhanku Yang Maha Indah, aku adalah salah satu wujud dari keindahan-Mu. Bukit Dieng yang aku kunjungi beserta bukit lainnya juga air terjun yang ada diantara bebukitan di Banjarnegara pun salah satu darinya.

Matahari yang terbit di ufuk timur yang aku lihat dengan mata telanjang diatas Seruni Point pun salah satu darinya.

Kawasan gunung Bromo, kawahnya, bebukitannya, padang pasirnya, semua indah dan merupakan bagian dari wujud keindahan-Mu.

Hamparan sawah nan hijau bak karpet yang terbentang luas, birunya langit yang menaungi bumi melengkapi keindahan keduanya yang kulihat saat aku menempuh perjalanan ratusan kilometer didalam mesin yang berjalan diatas rel pun menjadi bukti keindahan-Mu.

Lalu apakah aku pantas meragukan keindahan-Mu yang lain?

Aku yakin bahwasannya keindahan-Mu tak sebatas pada apa yang terlihat kasat mata. Namun juga ada pada yang tak nampak. Yang hanya bisa dirasakan oleh hati, diyakini oleh hati, dan dilihat oleh hati.

Seperti cara-Mu mendidik hamba-Mu. Secara kasat mata mungkin menyedihkan, menyakitkan, bahkan menganggap Kau tak punya belas kasih. Meracau dan menggugat dengan kata "MENGAPA?" pada-Mu. Tapi itulah cara-Mu, salah satu wujud keindahan-Mu.

Cara-Mu mungkin tidak menyenangkan bagi banyak orang. Akan tetapi tatkala manusia mau melihat dari sisi lainnya ia akan temukan bahwa cara-Mu indah. Tidak mempermudah dan memperlemah namun sebaliknya, memperkuat.


Apapun yang Kau berikan pada manusia ialah yang terbaik bagi mereka. Baik dari apanya, bagaimana, hingga manusia itu menemukan kenapa. Selalu ada udang dibalik batu. Selalu ada hikmah dari kejadian yang dialami olehmu.



Apalagi yang mesti aku gugat dari-Mu? Tiada lagi yang bisa aku protes dengan ke-soktahuan-ku. Engkau Yang Maha Tahu dan aku akan menjalani apa yang Kau izinkan dan kehendaki.


@imardalilah

p1

Bagaimana Jika

Bagaimana jika orang yang sangat kamu cintai adalah orang yang paling acuh terhadapmu?
Bagaimana jika orang yang sangat kamu cintai adalah orang yang paling tak pedulikanmu?

Pun disaat kamu letih.
Pun disaat kamu lelah.
Pun disaat kamu sedih.
Pun disaat kamu duka.

Bagaimana jika orang yang sangat kamu cintai adalah orang yang menanyakan kabarmu pun tidak?
Bagaimana jika orang yang sangat kamu cintai adalah orang yang menemuimu pun tak pernah?

Akankah kau tetap mencintainya?
Akankah kau tetap mempertahankannya?
Akankah kau tetap yakin dengannya?
Akankah kau tetap meminta pada Tuhan untuk dipersatukan dengannya?

Akankah kau tetap bersabar hingga ia tak lagi acuh terhadapmu?
Akankah kau tetap bersabar hingga ia memperhatikanmu?
Akankah kau tetap bersabar menanyakan kabarnya sekalipun ia tak pernah membalas atau bahkan membaca pesan singkat yang kau kirim itu?

Cinta, bukankah keyakinan terhadapnya selalu diuji?
Seberapa besar cinta kau padanya, seberapa besar keyakinan kau pada dirinya, dan seberapa besar kekuatan yang ada dalam dirimu menghadapi orang yang kau cintai itu?

Cinta, bukankah selalu harus diperjuangkan?
Bukankah perjuangan itu membutuhkan pengorbanan?
Lalu bagaimana jika kau semakin hari semakin jenuh dan ragu karena tak ada sedikitpun ia menatapmu?
Lalu bagaimana jika kau semakin hari semakin pamrih atas segala perjuangan dan pengorbanan yang kau lakukan untuknya selama ini?

Apakah saat kau pamrih tanda bahwa kau tidak tulus mencintainya?
Apakah saat kau letih menunggu --hingga mungkin kesabaran sudah habis itu bukti bahwa kau tidak benar-benar mencintainya?

Cinta, selalu tidak masuk akal. Entah datangnya, entah perginya.
Jika cinta menyakitimu lalu untuk apa kau masih berdiri tegak bertahan karena cinta?
Mengapa kau rela tersakiti karena cinta?

@imardalilah

p1

Lalu Siapa Aku?

Aku bukan tukang ojek yang kau sapa saat kau hendak memakai jasaku saja.

Aku bukan supir angkot yang kau tunggu saat kau hendak pergi ke suatu tempat dengan duduk di bangku panjang si mobil.

Aku bukan tukang becak yang setelah kau bayar peluh yang bercucuran di dahiku karena letih menggowes untuk mengantarkanmu pada tempat tujuanmu, lalu kau membiarkanku pergi begitu saja.

Jelas saja aku pun bukan stasiun yang kau sambangi ketika kau hendak menyeberang ke kota lain namun ketika kau tak ada niat menyeberang kau tak pernah menyambangi sekalipun.

Aku ini bukan pegawaimu yang sekedar kau pastikan aku hadir setiap hari kerja, aku ada setiap diminta lembur, kemudian dibayar setiap awal bulan. Setelah itu, kau tak pernah tanyakan apapun tentangku kecuali pekerjaan yang menguntungkanmu.

Lalu aku siapa?

Aku siapa adalah tergantung bagaimana kau memperlakukanku.

Aku siapa adalah tergantung bagaimana kau menilaiku.

Aku siapa adalah tergantung bagaimana kau menjalin hubungan denganku.

Lalu aku siapa?

Aku siapa adalah bukan yang telah disebut.
Aku siapa adalah bukan yang kau perlakukan selama ini.
Aku siapa adalah bukan yang kau nilai.

Lalu aku siapa?

Aku siapa itu tidak penting.
Yang penting adalah kau.
Ya, kau.
Kau padaku. Kemudian muncullah siapa aku.

Pahami bahwa aku adalah cara kau padaku, namun itu bagimu.
Aku sesungguhnya ialah ketika kau melihatku dan menganggap diriku adalah kau.
Jadi, aku adalah kau.

Bagaimanalah bisa kau memperlakukan dirimu sendiri sebagai tukang ojek? Supir angkot? Tukang becak? Stasiun? Bahkan pegawai?

Sudah pasti kau memperlakukan kau sebaik mungkin.
Temukan bahwa aku adalah kau. Hingga tak ada lagi percekcokan antara kau dan siapa aku.

@imardalilah

p1

Setiap Orang Memiliki Jalur Suksesnya

Adakah diantara kita yang dinilai tidak sukses oleh orang-orang disekitarnya? Adakah diantara kita yang meyakini dan menggeluti jalur kesuksesannya namun dicibir oleh orang-orng disekitarnya?


Seorang tukang bakso yang omzetnya puluhan juta setiap bulan tetap dicemooh oleh mertuanya. Konon mertuanya lebih suka saat si menantu bekerja sebagai pegawai kantoran yang necis berdasi. Jika demikian, apakah menantu tersebut yang kini menjadi tukang bakso adalah orang yang tidak sukses? Padahal omzet yang ia capai hingga puluhan juta rupiah tiap bulannya. Mengapa mertuanya tidak menyukainya?


Yes, persepsi sukses masing-masing orang berbeda. Ada yang beranggapan sukses adalah ketika lolos seleksi CPNS, sukses adalah ketika bisa bekerja di perusahaan besar di ibukota, sukses adalah ketika menjadi pengusaha, sukses adalah bla bla bla bla. Selain persepsi, gengsi pun mempengaruhi.


Maka dari itu, jalur kesuksesan tiap orang pun berbeda. Saat kita meyakini jalur kesuksesan kita, gelutilah dengan sepenuh hati. Berikan perhatian lebih. Jika ada yang mencibir itu tidak mempengaruhi dirimu sama sekali. Ya kecuali kau memikirkan cibiran tersebut dan mulai ragu dengan yang sedang kau geluti sekarang.


Jika bapakmu yang seorang PNS adalah orang yang sukses, belum tentu jalan kesuksesanmu sama dengannya. Bisa jadi yang lain –yang seratus delapan puluh derajat berbeda dengan profesi bapakmu. Jika bapakmu yang seorang pedagang adalah orang yang sukses, belum tentu jalan kesuksesanmu sama dengannya. Bisa jadi yang lain. Maka carilah jalan kesuksesanmu, benar-benar jalan kesuksesan milikmu, tanpa meniru atau mengekor siapapun.


Sekarang ini menurutku sedang marak wirausaha. Lihat saja berapa banyak buku, seminar, workshop, training, bahkan sekolah wirausaha saat ini? Satu teman jualan, yang lain ikutan. Satu teman ikut seminar, yang lain ikutan. Begitu seterusnya. Bukan berarti wirausaha itu tidak baik. Jika memang menurutmu itu adalah jalan kesuksesanmu, lakukanlah lalu fokus padanya. Jangan jadi bebek. Kau harus sadar apa yang kau pilih sebagai jalan dan pintu kesuksesanmu.


Terlebih tak sedikit yang terjerumus karena iming-iming judul buku, seminar, training, dan lain sebagainya. Modal sudah banyak yang dikeluarkan tapi hasil tak nampak juga. Bukan hendak menyalahkan buku, seminar, training, atau dirimu tapi ketahui dengan seksama apa sebenarnya yang menjadi jalan suksesmu. Jalan sukses setiap orang berbeda, maka tak perlu jadi bebek. Temukan sendiri.


Coba lihat sekarang berapa banyak profesi baru yang muncul karena kemajuan zaman? Kalau kita tetap mendengarkan orang tua yang menginginkan diri kita menjadi PNS, itu sudah ketinggalan zaman. Bukan berarti membantah atau PNS itu tidak baik. Maksudnya, PNS hingga kini masih jadi primadona bagi orang tua sebagai profesi yang menjanjikan untuk anak-anaknya. Nah, jika kau tidak suka dengan profesi tersebut tak perlu kau ikuti. Cari saja yang lain yaitu jalan kesuksesanmu sendiri. Tak peduli halau rintangnya seperti apa. Kau harus ngeyel mempertahankan dan membuktikannya pada yang meragukanmu.


Karena ada perkembangan teknologi, sekarang ada namanya konsultan media sosial, jual beli akun sosial media, ilmu marketing yang sudah meluas hingga ke gadget yang sehari-hari kita pegang, dan lain sebagainya. Dikemudian hari akan lebih banyak lagi profesi baru dan mungkin saja itu adalah suatu hal yang sedang kau geluti saat ini.



Saat kau sudah yakin dengan jalan kesuksesanmu, lakukan dan fokuslah. Omong besar dari kanan-kiri, depan-belakang, dan sampingmu hanyalah ujian untuk menguji seberapa yakin kau dengan apa yang kau yakini dan perjuangkan tersebut.



@imardalilah

p1

Andai Semua Sadar

Andai semua orang sadar apa peran mereka masing-masing dalam hidupnya dan untuk kehidupannya, pasti aku tak akan mendengar dan menyaksikan kekerasan di lingkungan sekolah dan kampus.

Andai semua orang sadar apa peran mereka masing-masing dalam hidupnya dan untuk kehidupannya, pasti aku tak akan melihat siswa gantung diri karena UN, mahasiswa baru mati karena ospek, siswa mati karena tawuran, bahkan siswa mati karena dipukuli temannya sendiri.

Andai semua orang sadar apa peran mereka masing-masing dalam hidup dan untuk kehidupannya, pasti aku tak perlu merasa dibunuh --entah mentalnya, karakternya, dan lainnya hanya karena nilaiku lebih rendah dibanding teman-temanku.

Andai semua orang sadar apa peran mereka masing-masing dalam hidup dan untuk kehidupannya, pasti aku lebih sering mendengar, menyaksikan, dan merasakan hal yang positif dibandingkan kini terlalu sering disuguhkan hal yan negatif.

Andai semua orang sadar apa peran mereka masing-masing dalam hidupnya dan untuk kehidupannya, sudah pasti tentu saja aku tak perlu merasa terbebani karena orang tua selalu membandingkan diriku dengan anak tetangga yang katanya ranking --selalu juara kelas.

Andai saja orang tuaku tak menitipkanku pada pengasuh sudah pasti aku tak perlu mencari kasih sayang diluar sana, mencari jati diri, atau bahkan mencari perhatian orang tuaku dengan ikut hal negatif semisal kekerasan (tawuran).

Andai saja orang tuaku tidak kesulitan ekonomi, pasti aku mendapatkan kasih sayang yang cukup dari mereka. Pendidikan yang baik dan terbaik serta asupan gizi yang mencukupi kebutuhan tubuh.

Andai saja guru-guru dan dosen-dosen memperlakukan aku layaknya manusia seperti tujuan dari pendidikan itu sendiri yaitu memanusiakan manusia tentu aku tidak perlu merasa benci kepada mereka karena selalu menjadikan nilai diatas kertas landasan kesuksesan seseorang. Mereka lebih suka dan sayang pada anak yang nilainya tinggi bukan anak bodoh semacam diriku ini.

Andai saja guru-guru dan dosen-dosen melaksanakan peran pentingnya sebagai pengganti orang tua dirumah, pasti aku akan dengan senang hati diajar oleh mereka, pasti aku merasa nyaman belajar dengan mereka, dan aku menyayangi mereka seperti menyayangi orang tuaku sendiri.

Andai saja orang tuaku memiliki pendidikan yang cukup untuk mendidik anaknya tentu mereka tidak akan mendapatkan hasil didikannya seperti diriku ini yang katanya bodoh, tak berguna, sering kena omel, dls.

Andai saja para pengusaha media elektronik dan cetak memberikan program yang berkualitas untuk anak Indonesia sepertiku ini tentu saja aku tidak akan terbawa arus pergaulan yang mengacu pada westernisasi seperti ini.

Andai saja para pengusaha media elektronik dan cetak tidak semata-mata mencari keuntungan dalam menjalankan bisnisnya tentu saja aku tidak akan menjadi korban iklan, sinetron, bahkan berita kriminalnya.

Andai saja pemerintah melindungiku, menjamin aku sebagai anak bangsa dari kejahatan dalam bentuk apapun tentu aku dan teman-teman sebayaku tak perlu masuk televisi dan koran, tentu saja diantara kami tak perlu ada yang mati, tentu saja diantara kami tak perlu ada yang menjadi korban bully bahkan sodomi.

Andai saja pemerintah melindungiku dengan peraturannya, aku tak perlu merasa sesak di bully karena nilaiku, ekonomiku, penampilanku, sehingga aku murka terhadap para pembully itu dan dendam membutakan mataku juga mata batinku untuk bertindak kriminal.

Andai saja wakil rakyat amanah tentu anak bangsa sepertiku terjamin hidupnya hingga kelak aku dewasa nanti aku menggantikan mereka, melanjutkan tongkat estafet keterwakilan suara rakyat.

Andai saja masyarakat bisa menjadi tempatku berteduh dari hiruk pikuk tekanan mental yang aku alami di rumah, sekolah, dan lingkunganku, tentu aku akan merasa lebih terarah dan tahu apa yang mesti aku lakukan untuk diriku sendiri dalam menyongsong masa depan gemilangku.

Semua itu andai saja semua orang sadar akan peran mereka masing-masing dalam hidupnya juga untuk kehidupannya.

@imardalilah

p1

Rindu

Rindu...
Mungkin hanya itu kata yang pas untuk mewakili hatiku saat ini

Setelah pertemuan itu --bahkan sepersekian detik setelah kau katakan inti pembicaraan kita aku sudah memutuskan untuk mengubur semua perasaan ini dalam-dalam

Ah mungkin kau tak tahu bagaimana sulitnya mencairkan hati yang telah lama membeku

Ah mungkin kau tak tahu bagaimana aku berusaha menghancurkan bongkahan es yang membekukan hatiku selama ini

Ah mungkin kau tak tahu bagaimana aku memberanikan diri membuka hati yang baru untuk yang baru yaitu kamu

Mungkin kau tak perlu tak tahu satu kata yang terucap olehmu kala itu bagai kerikil yang menggelincirkanku. Kecil tapi jatuh karenanya sangat menyakitkan.

Mungkin kau tak perlu tahu bahwa aku kini berkemelut dengan perasaanku sendiri, dengan keputusanku sendiri.

Dan mungkin kau tak perlu tahu bahwa aku sering merindumu. Walau sesekali tapi itu amat menyakitkan. Cukup membuat diriku terpuruk sendiri.

Aku hanya berharap waktu akan membawa perasaan ini pada tuannya

Biarlah hingga perasaan ini bertuan aku seperti ini

p1

Wanita Makhluk Paling Kuat Di Dunia

Bagaimanapun wanita itu makhluk yang paling kuat didunia ini. Lihat saja saat ia disakiti oleh pria yang dicintainya. Lebih banyak mereka yang tetap mencintai walaupun pada akhirnya (mungkin) ia pun membenci pria tersebut.


Bagaimanapun wanita itu makhluk yang paling kuat didunia ini. Lihat saja saat tiada kepastian yang ia terima –ia tetap menunggu, setia menunggu. Waktu demi waktu ia habiskan hanya untuk menunggu. Entah menunggu dalam kepastian atau bahkan yang lebih menyesakkan dari itu –menunggu dalam ketidakpastian.


Bagaimanapun wanita itu makhluk yang paling kuat didunia ini. Lihat saja ada berapa banyak wanita yang rela dimadu bahkan masih memaafkan kekasihnya yang telah mengkhianatinya –menduakannya, mencampakkan, mengabaikannya. Wanita tetap bertahan. Bagai pohon besar yang akarnya sudah tertancap kuat dibawah tanah. Sulit sekali digoyahkan walau dengan angin sekencang apapun.


Bagaimanapun wanita itu makhluk yang paling kuat didunia ini. Lihat saja ibu kita. Sebagai ibu, ia telah merasakan melahirkan jabang bayi ke dunia. Dan kau tahu berapa kekuatan yang dikeluarkan saat ibu melahirkan kita? Itu setara dengan kekuatan mengangkat beban seberat satu kuintal. Ya, satu kuintal. Kesakitan yang menjadikan seorang ibu tiba-tiba kuat bak wonderwoman.


Lalu, apakah itu menjadikan bahwa wanita adalah makhluk yang paling kuat? Sekuat-kuatnya wanita ia membutuhkan pelindung. Siapa? Tentu saja pria. Lebih tepatnya suami.


Katanya wanita makhluk yang paling kuat didunia ini. Pernyataan itu menjadi ambigu manakala wanita dengan rela disakiti oleh pria yang dicintainya –diabaikan, dikhianati, digantung statusnya, dan kasus lain sebagainya, antara wanita makhluk yang paling kuat didunia ini atau wanita makhluk paling bodoh didunia ini.


Bisa kau bayangkan bagaimana seorang wanita masih bisa mencintai kekasihnya ketika ia telah disakiti? Diabaikan? Dikhianati? Digantung statusnya? Bahkan ketika wanita bisa berada dalam satu atap dengan wanita lain –pendamping kedua suaminya?



Ah, jujur saja aku tak sanggup membayangkan hal itu semua. Bagiku wanita itu mulia dan yang memuliakannya menjadi lebih mulia dibandingkan wanita tersebut. Pria yang menyakiti hati wanita mudah saja keputusannya, tinggalkan ia. Namun tidak mudah kala cinta sudah melekat dalam hati.



@imardalilah

p1

Pahami Diriku, Pahami Dirimu

Aku tidak pernah meminta untuk seperti ini, Tuhan. Mengapa banyak orang yang mengeluh akan diriku ini? Aku tak kuasa mendengar keluhan mereka tentang keburukan diriku. Memang semua itu inginku? Memang semua itu kemauanku? Aku sama sekali tidak pernah meminta aku menjadi seperti ini.


Begitu banyak diantara kita yang mengeluh seperti itu. Coba tengok pada diri kita, apakah kita termasuk di dalamnya?


Aku belajar banyak tentang kepribadian manusia. Ternyata Allah memberikan masing-masing takdir kepribadian manusia yang berbeda. Namun bukan berarti itu adalah derita. Bukan berarti itu adalah bencana untuk diri kita.


Allah berikan kepribadian yang berbeda agar manusia bisa memahami satu sama lain, bisa melengkapi satu sama lain. Siapa bilang manusia tidak ada yang sempurna? Justru manusialah sesempurna-sempurnanya makhluk ciptaan Allah. Kesempurnaan manusia terletak pada ketidaksempurnaannya. Apa itu? Ada dua unsur dalam dirinya, baik-buruk, benar-salah, malaikat-setan, dan lain sebagainya.


Manusia bisa menentukan arah hidupnya sendiri, tidak seperti binatang, malaikat, tumbuhan, atau bahkan setan. Takdir mereka tidak bisa diubah. Hidup mereka flat. Tapi manusia? Begitu dinamis dan bebas. Bebas menentukan arah hidupnya hendak dibawa kemana.


Allah berikan modal yang sama pada manusia. Kepribadian bawaan orok. Ada kekurangan dan kelebihannya. Tinggal bagaimana caranya kita mengoptimalkan (mensyukuri) apa yang sudah Allah berikan untuk kita. Kepribadian bawaan orok tidak bisa diubah namun bisa dioptimalkan, diasah, dan dilatih.


Sensing yang rajin, detail, melengkapi intuiting yang kebalikannya. Intuiting yang memiliki konsep dan ide-ide besar melengkapi sensing yang praktis dan pesimis. Feeling yang berperasaan melengkapi thinking yang cuek dan kurang peka. Thinking yang obyektif melengkapi feeling yang subyektif. Insting yang responsif melengkapi feeling yang banyak omong. Sensing yang berstamina melengkapi insting yang nanggung.


Tidak ada salah satu lebih baik dari yang lainnya. Itu hanya modal. Tergantung bagaimana kita memanfaatkan modal tersebut untuk mendapatkan manfaat dan laba sebanyak mungkin. Bawaan orok memang sama namun kemampuan, ilmu, pengetahuan, dan lain sebagainya berbeda.


Masing-masing bawaan orok memiliki tantangan tersendiri dalam mengoptimalkannya. Seperti intuiting yang sulit blak-blakan, sulit to the point, bahasa yang tersirat dan sulit dipahami oleh orang lain. Itu adalah tantangan. Bagaimana seorang intuiting bahasanya mudah dipahami oleh bawaan orok lainnya, terlebih bagi sensing dan thinking yang buta akan isyarat.


Jika seorang intuiting merasa itu adalah keburukan, aku yakin seyakin-yakinnya dia tidak akan menjadi seorang intuiting yang hebat. Justru itu adalah keunikannya. Bahasa yang tersirat. Hikmahnya bawaan orok lainnya mesti belajar memahami. Bagi intuiting sendiri ia belajar bagaimana memakai bahasa manusia pada umumnya. Bukan lagi memakai bahasa yang hanya kaumnya yang mengerti.


Masing-masing mesti belajar bukan meratapi bawaan orok masing-masing. Jika meratapi tanda kita kufur. Tidak mensyukuri apa yang sudah Allah takdirkan untuk kita. Bukan sekedar belajar tentang dirinya tapi juga belajar mengenai orang lain.


Jika ingin dekat dengan intuiting, dekatilah. Dia makhluk cuek yang sebenarnya care. Jangan berharap bisa dekat jika kau tidak mendekatinya. Jika ingin dekat dengan sensing, seringlah berinteraksi. Dia makhluk yang mesti melihat lawan bicaranya. Jika ingin dekat dengan feeling, buatlah ia nyaman. Jangan sakiti perasaannya.


Ingat, belajar tentang bawaan orok yang lainnya. Pahami. Seperti intuiting yang sudah satu ya satu. Kalau sudah dapat kepercayaan darinya, lihat apa yang bisa kau dapatkan darinya. Kalau kau mengkhianatinya, lihat apa yang kau dapatkan dari dia. Begitu contohnya. Asik kan kalau sudah paham?




@imardalilah

p1

Cinta Butuh Kejelasan

Kau tahu mengingatmu itu ibarat aku keluar rumah tanpa baju, serasa ada yang kurang? Namun aku tidak menyadari apa yang kurang itu. Mengingatmu itu seperti ada yang kurang. Namun aku tidak menyadari dimana kekurangan itu. Apakah sepotong hatiku terbawa olehmu? Ataukah setitik perasaanku yang kau bawa?


Kau tahu? Aku masih mencari kekurangan itu. Apa mungkin kau membawa setitik perasaanku padamu? Atau justru kau yang meninggalkan perasaan itu didalam hatiku? Apa mungkin kau membawa sepotong hatiku dalam dirimu? Atau justru kau yang sengaja meninggalkan sepotong hatimu dalam diriku?


Kau tahu? Lebih baik aku tidak tahu sama sekali apa yang kau rasakan tentang diriku. Lebih baik aku tidak tahu apa-apa tentangmu. Lebih baik aku tidak mendengar sepatah kata pun darimu hingga aku berharap lebih padamu. Lebih baik dan mungkin lebih baik kita tidak pernah bertemu. Sama sekali.


Kau tahu? Jika perasaan diantara kita memang sama, baiknya kita perjelas dimana letak samanya. Jika perasaan diantara kita memang berbeda, baiknya kita pun perjelas dimana letak bedanya. Agar diantara aku dan kau tidak ada asumsi apapun. Asumsi kau mencintaiku. Asumsi aku mencintaimu. Asumsi kau berbeda. Asumsi aku berubah. Cinta butuh kejelasan.


Kau tahu? Bertemu denganmu seperti bertemu dengan guru yang super duper galak. Bibir rapat. Tak bisa bicara, membisu. Aku tak bisa mengucap apapun. Lidahku kelu. Hatiku beku. Tanganku kaku. Bagaimana bisa kita perjelas kondisi ini jika aku tak bisa mengucapkan apa yang ingin aku ucapkan dan kau tak pernah bicara tentang kita. Tentang keberadaan kita. Tentang dimana kita. Tentang dimana posisi aku bagimu dan posisi kau bagiku.


Kau tahu? Berjumpa denganmu membuatku serba salah. Berbicara denganmu membuatku serba salah. Bahkan sekedar mengingat dirimu membuat diriku serba salah. Dimana salahnya? Di kejelasan cinta yang semestinya kita perjelas dari dulu. Hingga tak ada lagi serpihan-serpihan perasaan yang menusuk bahkan tenggelam dalam sanubari kita masing-masing.


Lalu adakah apa yang aku rasakan sama dengan apa yang kau rasakan saat ini? Atau malah jauh berbeda seratus delapan puluh derajat? Cinta tanpa kejelasan itu menyakitkan. Serba salah. Tak tahu apa yang mesti dilakukan. Yang satu berharap, yang satu merasa tak memberi harapan. Lalu siapa yang salah? Aku yang berharap atau kau yang memberi harapan? Atau justru aku kepedean dan sebenarnya kau tak pernah memberi harapan apapun.


Jadi, apa yang harus aku lakukan untuk memperjelas dimana aku berada kini? Haruskah aku umumkan pada dunia bahwa aku mencari kejelasan cinta diantara kita? Atau haruskah aku lupakan begitu saja semua yang pernah terjadi diantara kita? Semoga kejelasan itu segera jelas. Sekali lagi, cinta butuh kejelasan. Jika tidak, itu sangat menyakitkan.





@imardalilah

p1

Saya Tidak Lebih Baik Dari Dia

Setiap perkataan yang muncul dari mulut seseorang biasanya itu adalah pengalamannya. Mungkin sangat sedikit perkataan yang keluar dari seseorang tanpa ia telah mengalaminya. Berbeda hal bagi para pembohong, pembual, atau bahkan penipu. Pun begitu dengan peribahasa. Nampaknya peribahasa muncul bukan sekonyong-konyong tanpa alasan. Seperti peribahasa “Jangan menilai seseorang dari luar”.


By the way, banyak orang yang tertipu oleh penampilan seseorang. Namun begitu bukan berarti kita tidak mementingkan penampilan dan lebih mementingkan apa yang ada dalam diri kita. Penampilan tetap harus baik terlebih apa yang ada dalam diri kita.


Tidak bisa dipungkiri kita menilai seseorang untuk pertama kalinya dari penampilan. Akan tetapi jangan pernah kita menilai seseorang hanya pada penampilannya, terlebih jika kita tidak mengenal lebih jauh orang tersebut.


Berapa banyak diantara kita yang merasa aneh ketika melihat seseorang memakai celana super pendek, baju ketat, dekil, celana dan baju robek-robek, dan atau lain sebagainya? Atau berapa banyak diantara kita yang merasa aneh ketika melihat seorang wanita merokok lalu bergumam “gila tuh cewek”?


Aku teringat pesan guruku, jangan pernah merasa benar sekalipun kita dalam posisi yang benar. Mungkin kedua fenomena diatas adalah kejadian yang tidak biasa untuk kita atau bahkan melanggar norma-norma, baik norma moral atau norma agama. Namun bukan berarti kita menganggap mereka lebih buruk dibanding kita yang penampilannya lebih tertutup dan tidak merokok.


Kamu tahu bahwa saat kita sedang berada di posisi yang benar Allah menguji kita dengan kebenaran yang kita yakini itu? Bisa jadi saat Allah perlihatkan orang yang tak berjilbab secara sempurna sedang kita berjilbab sempurna kemudian kita menjadi sombong. Merasa benar dibandingkan orang lain itu sombong.


Belajarlah untuk tetap rendah hati. Sekalipun kita berada dalam garis kebenaran namun bukan berarti kita bisa seenak dengkul menyalahkan orang lain dengan perilaku atau penampilan mereka yang tidak baik bagi kita. Bagaimana jika saat kita sombong seperti itu disaat yang bersamaan orang tersebut sebenarnya malu dengan apa yang ia lakukan –sebenarnya dia malu dengan penampilan dia yang urakan, lalu kemudian Allah mencabut nyawa keduanya? Siapa yang lebih mulia, kita atau orang yang kita nilai tidak lebih baik dari kita itu?



Jika kita menemukan fenomena seperti itu belajarlah mengatakan pada diri sendiri “Saya tidak lebih baik dari orang itu” insya Allah kesombongan itu hari demi hari semakin terkikis. Sungguh tidak ada manusia yang pantas membandingkan dirinya lebih baik daripada manusia lainnya. Semoga kita dijauhkan dari golongan orang-orang yang menilai hanya dari penampilannya. Semoga kita digolongkan kepada orang-orang yang bisa mensinkronkan antara penampilan, hati, pikiran, ucapan juga perilaku.



@imardalilah

p1

Merindumu

Aku merindukanmu. Aku merindukanmu lebih dari aku merindukan pedasnya sambal bebek kaleyo. Lebih dari aku merindukan sirloin double juga milkshake strawberry waroeng steak. Lebih dari aku merindukan ayam bakar madu di pecel lele lela. Lebih dari makanan apapun di dunia ini yang aku rindukan.


Kau tahu, setelah kita berjauhan aku baru merasakan dulu aku pernah memiliki dirimu? Kau tahu, setelah kita tak lagi saling sapa aku baru merasakan dulu aku pernah berdekatan denganmu? Kau tahu, setelah kita tak lagi saling tatap muka aku baru merasakan dulu kita pernah menikmati senja berdua hingga matahari tenggelam dan langit senja itu berubah hitam kelam?


Kini kau dimana, aku pun tak tahu. Tak pernah ada sepatah katapun yang ku dengar darimu kini. Jangankan sepatah kata, mendengar kabarmu pun aku tak pernah. Mungkin disana kau sedang berbahagia. Mungkin disana kau sudah mendapatkan tambatan hati. Mungkin disana kau tidak lagi ingat aku dan siapa aku ini. Ya, aku apa sih untukmu? Aku bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa.


Aku berusaha mencarimu, menemukanmu di sela-sela gelapnya malam. Aku berusaha mencarimu, menemukanmu dalam terik matahari. Aku berusaha mencarimu, menemukanmu dalam riuhnya malam ditengah sawah. Mungkin aku dapat temukanmu disana. Aku selalu berharap menemukanmu dalam ketidaksengajaan.


Kau tau kan bahwa kita bertemu tanpa sengaja? Kau pun tahu bahwa kita dekat pun tanpa sengaja. Aku juga tahu bahwa kau tahu bahwa ketidaksengajaan itu yang membawa semuanya. Ya, semuanya. Hingga akhirnya kita sering menghabiskan waktu bersama, berdua saja. Menikmati senja di ufuk barat sana di rooftop tanpa terhalangi apapun. Kita selalu setia menunggu mentari yang sedari pagi melaksanakan tugasnya –menyinari dunia untuk pergi berganti shift dengan rembulan yang tak lama lagi datang.


Apakah kau tahu bahwa kau laksana mentari yang Tuhan ciptakan untukku? Tugasmu adalah menyinari duniaku. Hanya aku. Ya, tentu saja hanya aku. Tidak boleh ada yang lain selain aku. Dan aku adalah bumi bagimu –yang tanpamu tak akan ada kehidupan. Bumi seketika menjadi gelap gulita. Tak ada sumber energi. Tak ada sumber kehidupan. Apakah kau tahu? Itulah aku kini.


Kini bumi gelap. Tak pernah ada secercah cahayapun yang menyinarinya. Kehidupannya terhenti. Mentari telah sirna. Pergi. Hilang. Mungkin ia mendapatkan tugas lain dari Tuhan. Menyinari sisi lain dunia ini. Entah bagian mana. Entah sampai kapan bumi akan terus tidur atau bahkan mati sebelum mentari datang memberikan kehidupan. Bumi hanya berharap mentari kembali bersinar disana agar apa yang ada didalamnya kembali hidup.


Mentari, adakah kau rasa yang bumi rasakan kini? Kerinduan yang mendalam. Melebihi dalamnya sumur dirumah-rumah warga. Melebihi dalamnya galian di Freeport sana. Hendak kau ukur dengan apapun dalamnya takkan pernah ada alat ukur yang mampu mengukur dalamnya rindu bumi padamu, mentari.


Apakah kau lupa diriku? Mentari, aku tak pernah lupa akan dirimu. Mana mungkin aku bisa melupakan kenangan yang begitu indah. Mana mungkin aku bisa menghilangkan atau menganggap kita tidak pernah ada apa-apa sebelumnya? Mana mungkin? Itu tidak mungkin.


Semoga segala asumsi aku tentang dirimu adalah hanya hoax semata. Hanya asumsi semata. Semoga. Justru aku berharap disana kau sedang melakukan sesuatu hal yang kelak kau berikan padaku. Entah itu apa. Mungkin akan menjadi kejutan besar bagiku. Aku harap begitu. Disini, bumi hanya memiliki harapan. Harapan itu harus selalu ada bukan mentari? Dan itulah harapanku. Kerinduan yang mendalam ini semoga disampaikan kepadamu hingga kau tak berlama-lama diluar sana.


Ingatlah, kita ditakdirkan bersama. Bukan sendiri-sendiri seperti ini. Jangan kita mengingkari takdir kita itu. Kita ibarat sisi mata uang, tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Aku yakin, sekalipun raga kita saat ini berpisah namun jiwa, hati, dan perasaan kita tetap menyatu. Berpisahnya raga tidak mengartikan bahwa kita berpisah. Aku yakin itu. Kita tetap bersama. Namun kini kita sedang berusaha masing-masing agar kelak –mungkin ketidaksengajaan itu kembali mempersatukan kita.



@imardalilah

p1

Sajak Kemerdekaan

Indonesia. Kau tahu itu nama apa? Itu nama Negara dimana aku tinggal. Tanah airku. Bumi nusantara.

Indonesia. Kau tahu apa yang membuatku bangga dengannya?

Keunikan dan keberagamannya yang bersatu dalam satu wadah yaitu Indonesia.

Memang ia tak terkenal  seperti Amerika Serikat atau Singapura. Tapi tidak ada satu Negara pun didunia ini yang tidak tertarik padanya.

Hamparan tanah yang luas, laut yang indah dan penuh dengan kekayaan. Manusia yang begitu banyak jumlahnya menjadi incaran para kapitalis dan liberalis.


Enam puluh Sembilan tahun bukanlah usia yang muda. Namun bukan berarti Indonesia sudah dewasa.

Enam puluh Sembilan tahun merdeka, bebas menentukan arah hidupnya sendiri. Namun bukan berarti bebas menentukan arah hidup Indonesia. Begitu banyak kepentingan.

Enam puluh Sembilan tahun tidak akan sebanding jika dibandingkan dengan Amerika Serikat yang sudah berusia jauh lebih tua dibanding Indonesia.

Enam puluh Sembilan tahun, usia kemerdekaan Indonesia.

Masih banyak orang didalamnya yang hidup tidak merdeka. Bukan hanya yang hidupnya dibawah garis kemiskinan. Lebih daripada itu.

Ada bukan anak yang tidak bebas menentukan arah hidupnya?

Ada bukan anak yang terus dibayang-bayangi ayah dan ibunya dalam menentukan pilihan yang ia sukai?

Ada bukan anak yang bermimpi besar dan tinggi lalu orang lain mengatakan “Hei, mimpi jangan ketinggian. Nanti kau jatuh, sakit” ?

Ada bukan anak yang memberikan alasan kenapa ia terlambat datang ke sekolah namun seketika itu pula gurunya langsung menghukum?

Ada bukan anak yang di cap bodoh oleh orang tua, guru, dan lingkungannya?

Ada bukan anak yang menonton program televise yang tidak layak?

Ada bukan anak yang merokok, bebas menonton video porno, bahkan dibunuh oleh tetangganya sendiri?

Ada bukan anak yang dibunuh mentalnya bahkan pelakunya diri kita sendiri?

Itu hanya sebagian kecil potret negaraku, Indonesia. Sangat kecil dari begitu banyak tempaan yang sedang menerpa Indonesia.

Apakah dengan begitu aku membencinya? Tentu saja tidak.

Berapa banyak diantara kita yang mengaku mencintai Indonesia namun sering menghina negaranya sendiri?

Saat timnas Sepakbola kalah. Saat timnas badminton kalah. Saat setiap keburukan yang muncul di Indonesia, lalu kita berkata “Namanya juga Indonesia”. Begitu bukan?

Lalu saat tujuh belas agustus kita mengaku mencintai Indonesia dengan memasang bendera merah putih didepan rumah, mengganti profil picture sosial media dengan bendera merah putih, dan perayaan lainnya.

Apakah itu yang dinamakan merdeka?

Kita sendiripun masih menjadi budak, belum merdeka.

Kita budak atas pola pikir kita sendiri. Kita masih dijajah oleh pola pikir kita yang dipengaruhi oleh modernisasi dan globalisasi bahkan westernisasi.

Mari bebas menentukan arah bangsa ini tanpa ikut campur pihak diluarnya.

Seperti saat kita membangun rumah tangga –sekalipun ibu atau bapak kandung kita- mereka  tidak boleh ikut campur dalam rumah tangga kita. Begitu bukan?

Jadi, merdekakanlah pikiran kita sehingga kita bisa berpikir dan bertindak layaknya orang yang merdeka. Bukan berpikir dan bertindak layaknya sang penjajah.

Indonesia, bagaimanapun rupamu aku mencintaimu. Dan bagaimanapun kau dimata dunia, aku mencintaimu. 

Kelak oleh generasi muda saat ini kau akan berkibar diatas Negara-negara lain di dunia ini.

Bakti dan cintaku untukmu, negaraku. Indonesia.


@imardalilah 


p1

Cinta Yang Menduakan Tuhan

“Ma, memang cinta itu mesti pegangan tangan kayak gitu ya?” Adikku seketika bertanya seraya menunjuk sinetron di tipi. Kalau tidak salah ingat adegannya seorang remaja ‘nembak’ orang yang disukainya dengan mengatakan ‘Aku Cinta Sama Kamu, Kamu Mau Jadi Pacar Aku?’. Mamaku sontak tercengang, “WOW aku tercengang” Ala Fitri Tropica. Langsung dipindahkan saluran tipi itu. Kemudian Mama menjelaskan.


“Dik, itu bukan cinta. Cinta itu tidak pernah menyentuh yang bukan miliknya. Karena cinta itu suci.” Ujar Mama pada adikku yang beranjak remaja.

“Tapi Ma cowoknya bilang dia cinta sama cewek tadi?”

“Itu tandanya cowok itu belum paham makna cinta. Kamu ingat ya Dik, Cinta itu luhur maka ia tidak menyentuh suatu hal yang membuatnya menjadi rendah seperti yang kamu lihat tadi. Kalau ada cowok yang bilang kayak gitu ke kamu apalagi sambil pegang bagian dari anggota badan kamu, jangan mau ya. Bilang aja ke dia ‘sana belajar dulu cinta itu apa, baru bilang cinta’. Ok?”

“Ok, Ma. Nah terus Ma yang pacaran gitu?”

“Mengungkapkan cinta dengan cara tadi aja sudah memperlihatkan kalau itu bukan cinta. Apalagi pacaran? Memang adik mau di pegang-pegang, dibawa kemana-mana, di macem-macemin sama cowok? Adik itu mahal. Jadi ga sembarang orang boleh pegang-pegang apalagi sampe ngebawa adik kemana-mana.”

“Oh gitu ya, Ma. Ok Ma.”

Mendengar percakapan antara Mama dan Adikku, aku jadi tergerak ingin bertanya.

“Ma, temen aku dikampus pacaran sih engga tapi dia lagi suka banget sama cowok ampe doa gitu. Doanya minta dijodohkan gitu dengan cowok yang lagi disukainya supaya si cowok bisa ngebimbing kearah yang lebih baik lagi. Aku sih aneh pas dengernya, Ma. Bukannya tentang jodoh itu kita serahkan pada Allah?” tanyaku penuh penasaran.

“Wah gitu, Kak? Memang cowoknya seperti apa sampai temen Kakak berdoa seperti itu?” Mamaku malah balik bertanya.

“Hmm, ga begitu ngerti sih Ma. Bagi aku sih biasa aja. Tapi kan bagi orang yang jatuh cinta, kalau cintanya sudah melekat tahi kucingpun rasa cokelat, Ma. Hehehe” Aku tertawa lepas. Sambil membayangkan teman-temanku yang sedang gila karena cinta.


“Kakak ada-ada aja. Kakak benar, jodoh itu serahkan pada Allah. Namun begitu kita tetap ikhtiar. Ikhtiarnya bukan meminta si A jadi jodoh kita karena kita tidak tahu siapa yang terbaik untuk kita dalam menghabiskan sisa hidup. Kakak inget ya, ikhtiar itu kita meningkatkan ibadah kita dihadapan Allah karena kita cinta pada Allah bukan karena kita sedang suka pada lawan jenis lalu meningkatkan ibadah agar Allah mau mengabulkan keinginan kita berjodoh dengan orang yang kita suka itu. Itu namanya kakak sok tahu. Allah kan Yang Maha Tahu. Kenapa tentang jodoh yang sangat rahasia itu ga kita serahkan sepenuhnya pada Allah? Kita ga percaya pilihan Allah itu terbaik untuk kita sehingga kita sok-sokan minta dijodohkan dengan orang yang kita suka agar membimbing dijalan Allah?” Mamaku menjelaskan panjang kali lebar sama dengan luas.


Aku manggut-manggut tanda mengerti apa yang Mama katakan.

“Kak, dalam Surat Al Fatihah kan ada tuh doa ‘Tunjukkanlah kami jalan yang lurus’. Yang menunjukkan jalan yang lurus itu Allah bukan pasangan hidup Kakak kelak. Tentu sebagai imam dalam keluarga, seorang suami harus bisa mengarahkan istri dan anaknya kepada jalan Allah. Mama khawatir doa teman kakak itu bermakna menduakan Allah dan sombong.”

“Maksudnya gimana, Ma?” kali ini aku bingung dengan penjelasan Mama.

“Gini loh Kak. Kan doa teman kamu itu minta dijodohkan dengan cowok yang lagi disukainya itu dan berharap si cowok bisa membimbingnya, gitu kan?”

“Iya, Ma. Terus?”

“Nah kenapa dia doanya seperti itu? Memang Allah ga bisa membimbing dia ke jalan yang baik sehingga meminta dijodohkan dengan cowok yang disukainya agar kelak ia mampu membimbing dalam kebaikan? Itu kan bisa bermakna menduakan Allah. Udah gitu sombong minta dijodohkan yang belum tentu baik untuknya.” Terang Mama padaku sangat serius.

“Terus baiknya gimana Ma kalo doa? Biar Kakak juga ga salah berdoa dan meminta pada Allah.”

“Kalau kakak lagi suka sama lawan jenis, curhat aja sama Allah. Bilang kakak lagi suka sama seseorang –misal si A sebut aja, minta pada Allah agar perasaan kakak itu ga tumpah ruah kemana-mana, minta pada Allah agar Kakak tetap bisa menjaga kehormatan kakak dengan menjaga perasaan kakak, minta pada Allah agar kakak di mampukan mengatur perasaan itu. Blak-blakan aja sama Allah. Tapi kakak jangan pernah minta untuk dijodohkan dengan orang yang lagi kakak suka. Biar Allah yang memberikan petunjuk. Kalau kakak udah siap menikah barulah kakak minta agar diberikan petunjuk jika memang dia adalah pilihan Allah.” Mama menjelaskan dengan penuh kasih sayang dan ketulusan.

“Oh gitu ya, Ma. Pointnya kita ga boleh meminta dijodohkan dengan si Anu.”

“Yaa, betul. Masa depan Kakak masih panjang. Kakak masih punya banyak pilihan di depan sana. Belum tentu kan cowok yang kakak suka saat ini adalah yang terbaik? Selagi kakak ikhtiar, mencari dan hingga nanti memilih, mantapkan dulu diri kakak dengan ilmu dan persiapan lainnya. Cowok masih banyak, Kak. Ga usah lah kita minta dijodohkan dengan orang yang kita suka segala, kayak kakak ga laku aja.” Mama mengakhiri kalimatnya itu dengan tatapan agak sinis.


“Iya, Ma. Siap. Sekarang kakak fokus ke diri kakak aja dulu. Jodoh mah gampang. Kalo kita cinta sama Allah dan Allah cinta sama kita, sekelas Reza Rahardian aja pasti Allah kasih. Yakan, Ma? Intinya sekarang kakak mesti bikin Allah cinta sama kakak bukan bikin cowok yang kakak suka cinta sama kakak.”


“Nah itu kamu paham. Cinta kamu pada Allah dan cinta dia pada Allah-lah yang akan mempertemukan kalian berdua kelak. Sumber cinta yang sama akan dipertemukan. Kalau kakak cintanya karena dia berarti dia juga cintanya karena kakak. Sedangkan sebaik-baiknya dasar cinta adalah atas dasar cinta pada-Nya.” Mama memelukku dan adikku yang melongo mendengar perbincangan aku dan Mama.


Kini aku semakin paham bahwa cinta itu suci dan mulia. Barangsiapa yang mendapatkannya dengan cara yang hina dan kotor, dia sebanding dengan apa yang dia dapatkan, dia sebanding dengan cara ia mendapatkan cinta. Dan cintanya? Tentu saja sebanding dengan caranya itu.


Ya Allah, jauhkan aku dari cara-cara yang hina dan menghinakan diriku juga cinta yang sesungguhnya mulia. Jauhkan aku dari golongan orang-orang yang mengagungkan cinta namun tidak memperlakukan cinta sebagaimana ia mengagungkannya. Jauhkan aku dari mencintai manusia melebihi cintaku pada-Mu sehingga aku pantas mendapatkan seseorang yang mencintai diriku tidak melebihi cintanya pada-Mu, pantas mendapatkan seseorang yang sangat Engkau cintai karena ia sangat mencintai Engkau dengan tidak menduakan-Mu dengan apapun terlebih dengan diriku sendiri.





@imardalilah

p1

Melupakan Itu Sulit

Tiba-tiba hujan turun malam ini. Padahal siang tadi matahari begitu menyengat kulit hingga kering seperti sawah yang terkena musim kemarau panjang. Bedanya, kulitku ini tidak sampai terbelah-belah seperti sawah yang kekeringan. Tiba-tiba pula aku teringat seseorang. Dulu ia seperti mesin penggerakku. Mungkin tanpanya aku tak akan bisa berbuat apa-apa, aku tak akan bisa berbuat banyak hal.


Aku sangat mencintainya. Bukan karena keelokan wajah, bukan karena harta, bukan pula karena siapa dia. Aku mencintainya karena aku mencintainya. Bagiku, tak ada alasan untuk mencintai. Cinta ya cinta. jika ditanyakan mengapa aku mencintainya, aku tak bisa menjawab. Sekalipun pertanyaan itu dilontarkan dengan kondisi aku ditindih batu besar aku tetap tidak bisa menjawabnya. Tak ada jawaban untuk ‘mengapa kau mencintainya?’.


Cinta yang tumbuh seiring berjalannya waktu itu semakin lama semakin kuat. Namun begitu bukan berarti tak ada halau rintang yang menghadang.


Itu dulu. Kini jauh berbeda. Aku sudah memutuskan untuk mengakhiri semuanya. Tanpa harus ada yang dijelaskan karena bagiku semua sudah jelas untuknya. Walau sudah lama aku berpisah dengannya namun segala kenangan kebersamaan itu masih tersimpan rapi disini –hatiku. Aku tidak tahu mengapa tiba-tiba kenangan itu kembali. Bertahun-tahun aku mencoba melupakannya namun tetap tak bisa.


Aku sangat tersiksa dikala aku mendadak ingat, ingat segala macam bentuk ingatan tentangnya. Aku berusaha sekeras mungkin melepaskan, melupakan, meninggalkan segala yang berkaitan dengannya. Sayang, semakin aku berontak dengan perasaanku aku semakin terkukung. Tak bisa pergi dari kenangan itu. Aku stuck. Mungkin aku pun pasrah.


Temanku mengatakan jangan diniatkan melupakan. Aku katakan padanya, kau tak pernah merasakan apa yang kurasakan kini. Kau mudah saja bicara demikian. Coba kau jadi aku, apa yang akan kau lakukan, hah? Kau pikir melupakan itu mudah? Kau pikir lepas dari bayang-bayang masa lalu itu gampang? Dan kau pikir meninggalkan dia kala itu keputusan sepele?


Aku tak habis pikir dengan orang yang asal jeplak berbicara seperti itu.


Lalu dia mengatakan, semakin kau berniat melupakannya kau justru semakin tersiksa. Ingatan akan kenangan masa lalu itu akan terus muncul. Aku tak meminta atau menyuruhmu melupakannya tapi aku hanya mengatakan jangan kau niatkan melupakannya. Jujurlah pada dirimu sendiri bahwa kau masih mencintainya jika memang itu yang kau rasakan. Jujur atas perasaanmu terhadapnya agar kau lebih tenang dan lega.


Kata-katanya, kalimatnya. Aku berusaha mencernanya. Memahaminya. Aku terdiam. Tenggelam dalam memahami makna dari apa yang temanku katakan.


Belum selesai ku memahami perkataannya tadi, dia kembali berucap. Melupakan itu susah, sulit, tidak mudah. Kau butuh proses lama jika ingin lupa seseorang dan jangan kau niatkan. Tidak ada seorangpun menurutku bisa benar-benar melupakan orang yang pernah ia cintai. Tidak ada. Karena memang Tuhan sudah memberikan garisnya bahwa orang yang kita cintai itu menjadi salah satu tokoh yang berperan dalam hidup kita. Dia sudah dikirimkan Tuhan. Dia sudah dicatat jauh-jauh hari untuk bertemu denganmu sebelum akhirnya dipertemukan dengan dirimu.


Kembali. Aku kembali mencoba memahami kata demi kata yang keluar dari temanku itu. Memang selama ini aku terlalu berniat melupakannya. Bagiku, dia sudah tidak berarti lagi. Jadi buat apa aku masih menyimpannya dalam diriku? Hanya menyesakkan dada. Sekarang aku paham mengapa aku ingin sekali melupakannya. Karena kami sudah berbeda jalan. Dulu kami bersama, sekarang kami menjalani kehidupan masing-masing.



Melupakan itu sulit. Betul sekali. Susahnya melupakan.




@imardalilah

p1

Hidup Cuma Pengulangan


“Bro, gue bosen nih sama hidup gue. Gini-gini aja masa ga ada perubahan.” Ucap Omen, membuka percakapan malam ini saat kami berdua memandangi langit tanpa bulan namun ditemani oleh rintikan air hujan yang menetes sedari tadi ke bumi. Bau tanah yang khas tercium aromanya. Segar sekali udara malam ini.

Sebelum menanggapi ocehan Omen yang tak berbobot itu, gue nyeruput teh manis dan pisang bakar yang tersedia diatas meja. Sluuurrpp aaah. Suara khas yang keluar saat seseorang menikmati minuman yang ditengguknya.

“Emang lo mau hidup yang kayak gimana, Men?” Gue nanya datar banget sambil menaruh cangkir teh manis yang baru saja di sluuurpp aaah.

“Yaaa ga yang gini-gini aja, Bro. Lo liat sendiri kan hidup gue kalo ga makan ya tidur, kalo ga tidur ya nonton tipi, kalo ga nonton tipi ya ngupil. Ga ada perubahan sama sekali, Abrooo.” Jawabnya sambil melotot aneh ke gue.

“Lo terlalu mendramatisir hidup, Men. Hidup ya emang gini gitu aja. Ga ada perubahan sama sekali. Yang berubah cuma zamannya sama beda orang aja.”

“Maksud lo, Brooo?” Omen mulai bertingkah aneh. Menatap gue tajam seakan ia melihat sosok yang ganteng luar biasa. Melebihi gantengnya artis Korea. Eh artis Korea mah ga ganteng. Mereka mah cute, hahaha.

“Ah elu gitu aja ga ngerti. IQ berapa sih?” Sambil gue taruh jari telunjuk ke bagian kepala.
“Udah Bro jawab aja sih.” Omen mulai males.

“Oke, fine. Thank you. And you? Halah salah fokus. Oke, berhubung gue baik hati dan tidak sombong gue bakal jawab kegalauan lo itu. Yaa gue tau-lah gue itu tau akan hal apapun. Mbah google aja kalah sama gue. Hahaha”

“Masa? Apa buktinya?”
“Buktinya nih coba lo tanya Mbah Google dimana dan siapa jodoh lo. Pasti dia ga bisa jawab deh.”
“Emang lo tau?”
“Tau dong. Apa sih yang ga gue tau? Nih yaa gue kasih tau jodoh lo tuh udah pasti lawan jenis lo dan dia ada di Bumi.”

“Yeeee itu mah perawan keriput juga tau keles. Udah fokus-fokus. Lo gagal fokus mulu dah.”

“Ok, siap. Gini Men, hidup itu ya emang gini gitu aja. Ga ada yang berubah. Kayak yang tadi gue bilang hidup itu yang beda cuma zaman dan orangnya aja. Lo pernah sekolah kan dan belajar Fisika?”
“Pernah lah. Kan kita sekelas dari SD.”

“Ohiya lupa. Kan ada tuh hukum kekekalan energi : Energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan. Inget ga lo pelajaran Pak Giyok?”

“Emang ada ya hukum itu? Gue cuma inget hukum cambuk sama hukum karma doang.” Dengan mimik mukanya yang sok polos –lebih tepatnya sih oon itu Omen terlihat sedang berpikir sembari memiringkan kepalanya. Mungkin sinyal di kepalanya lagi ga ada, makanya kepala dia miringin dikit. Padahal tanpa dimiringin, otak dia udah miring.


“Ah elu kebanyakan nonton sinetron Ganteng-Ganteng Srimulat sama nyimak berita TKI di Arab sih. Ya jelas ada dong, Men. Dari hukum itu bisa kita ambil kesimpulan kalo Allah saat ciptain alam semesta ini sekaligus energi yang ada didalamnya dari dulu semenjak sekarang sama aja jumlahnya, ga berkurang ga nambah.”

“Oh gitu. Terus terus?” Lagi-lagi muka oonnya mendekati muka gue. Ampun deh agak enek gue liat muka dia tiap hari. “Ga usah deket-deket juga keles, Men. Woles aja. Gue tau, aura gue emang cetar membahana ulala siswanto cekalih.” Sambil gue tatap ia dengan menjauhkan kepala dari muka seramnya Omen. Dan gue gerakin bahu gue buat ngusir mukanya yang mengusik pemandangan disebelah gue.


“Gue pernah baca di buku Quantum Ikhlas, kalo energi itu cuma berpindah aja dari satu sisi ke sisi lain. Ga berubah. Ga bertambah, ga berkurang. Karena tadi –lo inget hukum kekekalan energi. Kalo kata Pak Giyok karena ga ada yang bisa menciptakan dan memusnahkan kecuali Allah. Paham ente, Men?”


“Yaelah, Bro. Lo segala pake ente-ente. Berasa gue lagi dengerin anak Lembaga Dakwah Kampus aja.”

“Lah emang ngapa? Ente kan sama aja ELO. Cuma kalo buat orang berandal kayak kita ya GUE-ELO, kalo buat mereka yang alim ANE-ENTE. Sama aja sih, Men. Jangan suka beda-bedain lah.”

“Ok, fine thank you and you…. Lanjut bro.”

“Energi itu bukan cuma kekuatan kayak kita ngangkat barang, Men. Energi itu segala sesuatu hal deh. Misalnya kaya-miskin, baik-jahat, amanah-khianat, dan sebagainya. Dari zaman dulu ada kan yang kaya-miskin? Yang baik-jahat? Yang amanah-khianat? Nah zaman sekarang juga ada kan? Itu yang namanya energinya tetap ada dan sama, yang beda cuma zaman dan orangnya atau pelakunya.”


“Oh begindang toh. Ih kok kamyuh pinter bet sih, Bro. Jadi suka deh akuh sama kamyuh.” Sambil kedip-kedip mata tuh si Omen matanya, kayak orang cacingan. Gue doain lo Men kedip-kedip terus kayak lampu yang udah mau mati –udah pengen diganti.

“Dih. Lo kesurupan setan alay ya?” Gue dorong-dorong dia sampe ke ujung berung. Bener-bener punya temen ga waras banget.

“Aaaaah Abroo, I love you. Sini-sini cama Omen di peyuk cium kangen rindu cyekalih.”
Gue rasa beneran si Omen kesurupan setan alay nih. “Men, belum selesai nih. Lanjut kaga? Kalo engga, gue pergi nih?” Gue ngancem biar dia segera sadar dari kerasukannya yang ga jelas itu. Lagian Omen mau-mauan dirasukin sama setan alay. Kalo gue sih milih-milih. Ah dia mah pacaran aja mau sama siapapun. Kambing di bedakin aja dia mau.

“Eh jangan dong, Bro. Ok, fine thank you and you… lanjut Brooo…” Nah kan dia sembuh.

“Hidup tuh cuma pengulangan masa lalu aja, Men. Tapi bukan berarti masa lalu lo yang ditinggal kawin si Jebleh bakal terulang kalo lo pacaran lagi sama cewek laen. Bukan itu.”

“Aaaah Abro, gue jadi inget si Jebleh kesayangan gue. Jadi sedih deh nih.” Omen langsung galau denger nama Jebleh. Dia langsung garuk-garuk tembok. Galau yang aneh. Se-aneh namanya, Omen. Padahal Omen tuh sebutan tikus kalo di kantor gue.

“Hahaha, alay lo. Bener-bener alay. Mending lo minum tuh air ujan yang baru turun dari langit. Anggap aja itu air mata lo yang lo minum sendiri. Wahahahaha.” Gue ketawa ngakak sambil guling-guling kasur.

“Broooo, sakitnya tuh disini.” Omen sambil nunjuk ke dompetnya. Mengisyaratkan kalo selama pacaran sama Jebleh dia udah banyak keluar modal. Iyalah, pacaran lima tahun. Kalo jajannya tiap malam minggu seratus ribu di kali dua ratus lima puluh minggu, udah berapa tuh? Udah bisa ke beli motor tinja eh ninja si Omen.

“Hidup cuma pengulangan masa lalu maksudnya dikaitkan dengan hukum kekekalan energi, Men. Kan tadi gue udah bilang, di masa lalu itu ada yang kaya ada yang miskin ada yang baik ada yang jahat ada yang amanah ada yang khianat, kan? Semua hal yang terjadi di masa lalu itu pasti sembilan puluh sembilan persen terulang kembali di masa kini. Bedanya apa, Men?”

“Beda zaman dan orang atau pelakunya.”

“That’s right, Omen my hunny sweety bunny monkey.” Omen malu-malu empus mendengar gue nyebut nama dia dengan sebutan begitu. Sesaat kemudian dia sadar kalo ujungnya ga enak.

“Masa lo nyebut sodara sendiri sih, Bro?” Tatapannya sinis.

“Canda ilah. Sensitif banget lo kayak tespack. Tespack aja ga gitu-gitu amir.”

“Ok, fine thank you and you…..Lanjut Bro…”

“Zaman Rasulullah dulu ada diantara Kaum Quraisy yang pengen jadi pemimpin dia bersikap baik tapi pamrih. Biar brand image-nya terbangun bahwa dia adalah orang yang baik. Sekarang banyak kan Men orang kayak gitu? Baik yang berpamrih. Ga cuma orang yang pengen naik ke pemerintahan atau anggota dewan tapi juga orang biasa kayak kita. Banyak kan di sekitar kita orang yang kayak gitu?”


Omen nyimak gue khusyuk banget. Padahal kalo solat belum tentu tuh dia se-khusyuk itu. Hahaha. Gapapa dah, yang penting gue liat dia khusyuk sekarang. Omen mengangguk tanda mengiyakan. Dia masih nyimak dengan seksama.


“Rasulullah saat awal berdakwah  banyak yang mengecam. Padahal beliau sangat terkenal sebagai orang yang baik, pribadi yang sangat sangat baik dan terhormat. Kaum Quraisy sendiri yang memberinya gelar Al Amin –orang yang terpercaya. Kaum Quraisy pula yang tidak percaya pada apa yang dibawa Muhammad adalah benar. Aneh kan? Zaman sekarang sudah pasti ada orang yang sangat dikagumi, dihormati, dihargai, disegani, lalu kemudian ia dijauhi bahkan dimusuhi atau mungkin diperangi hanya karena apa yang ia katakan tidak sesuai dengan keyakinan yang dianutnya, tidak sesuai keyakinan yang dibawanya dari nenek moyangnya. Padahal apa yang dibawa oleh orang tersebut adalah suatu kebenaran, bukan sihir bukan pula tipu daya.”


Omen, dia makin terkesima melihat gue berbicara. Ah, memang gue penuh pesona. Bahkan kucing gue aja saking terpesonanya dia pengen nyakar muka gue. Muka gue ngegemesin banget kan?

“Bener tuh, Bro. Berarti kejadian kayak gitu tuh membuktikan bahwa Al Qur’an memang kitab sepanjang zaman ya, Bro?  Al Qur’an isinya dari dulu ga berubah barang satu huruf pun. Dalam Al Qur’an itu berisi cerita-cerita masa lalu yang sebenernya saat masa kini juga banyak terjadi. Karena itulah Al Qur’an ga ada kata expired, ya kan? Dan karena itu pula hidup itu ya gini gitu aja, gitu kan Bro?


“Omen, lo cerdas banget. Ga nyangka IQ lo nyampe juga ke ranah logika ribet kayak gitu. Hahaha. Gue kira selama belasan tahun kita sahabatan lo ga bakal ketularan kecerdasan cara berpikir gue. Eh ternyata gue salah kira. Lo ketularan juga akhirnya. Ah, bahagianya hati ini Men. Lo keren, Men, Keren.”

Gue agak lebay. Sambil mata berkaca ngedenger Omen ngomong kayak gitu. Selama ini otak si Omen ga nyampe kemana-mana. Jangankan logika berputar berbelit kayak gitu. Satu tambah satu aja dia ga tau hasilnya berapa. Terima kasih buat setan manapun yang udah merasuki otaknya, Omen. Gue bahagia ga terkira. Akhirnya gue ga perlu lagi jelasin panjang lebar kalo ngomong sama Omen.


“Dih kok jadi lo yang lebay, Bro? Segala pake peluk-peluk gue segala lagi. Emang lo kira gue homo? Gay? Eh sorry ya, gue masih normal. Sekalipun ga ada lagi cewek di dunia ini dan lo satu-satunya penghuni Bumi selain gue, gue ga bakal nolak lo jadi pasangan gue.”

“Nyesel gue Men udah muji lo tadi. Penyakit lo kumat lagi aja. Sekarang lo ngerti kan maksud dari hidup ya cuma gini gitu aja, hidup ya cuma pengulangan masa lalu aja?” Gue mulai ragu kalo Omen beneran cerdas dan paham apa yang gue omongin panjang kali lebar sama dengan luas dari tadi. Sampe bibir gue jeding, lidah kering, upil numpuk, ingus meler, mata belekan, ngejelasin begitu doang ke Omen.


“Yaelah, ngerti lah. Sekarang gue paham kenapa gue kerjaannya kalo ga makan nonton tipi, kalo ga nonton tipi ya tidur, kalo ga tidur ya ngupil. Karena zaman dulu juga ada orang yang begitu, yakan Bro?”

Gue menghela nafas panjang, “Iya aja dah, Men. Serah elo mau kata apa juga. Suka-suka lo aja.” Gue mulai kesel, mulai males, mulai mules, dan gue mulai pengen ngegetok dia pake barbel dua puluh lima kilo.


“Bro, gue paham. Ciyus deh. Kenapa sekarang gue lagi ngerasa bosen karena diluar sana ada orang yang lagi bersemangat. Nanti kalo gue bersemangat lagi, diluar sana ada orang yang lagi bosen. Karena dari dulu juga gitu ada orang yang lagi bosen, ada orang yang lagi on fire. Berarti sekarang gue nikmatin aja rasa bosen gue. Tapi bukan berlarut-larut entar malah kebablasan hidup gue jadi ga jelas. Sambil gue bosen, gue sambil cari inspirasi pas gue makan, nonton tipi, ngupil, bahkan pas gue tidur. Ibarat kata orang tuh hidup berputar kayak roda. Nah kan roda kalo muter cuma gini gitu aja juga, kan? Pas roda itu muter terus berenti gue kebagian dibawah berarti ada orang lain yang diatas, begitu juga sebaliknya. Inget ye Bro maksud gue rodanya muter bukan jalan. Kalo jalan kan rodanya berpindah tuh. Kalo muter kan rodanya disitu aja. Tapi inti dari keduanya sama kok. Kan ibaratannya rodanya bukan perpindahan roda, yekan?”


“Ih wow, lo cerdas. Kerasukan setan mana? Setan Einsten kali yaaak?” Gue ketawa ngakak

“Ah elu Bro. Gue salah, lo begoin. Gue bener, lo ketawain.” Omen manyun. Bibirnya ampe maju dua puluh meter.

“Canda ah. Lo mau gimana juga tetep Omen sahabat gue tersayang.” Gue meluk dia. Kita udah kayak teletubbies aja. Bedanya kalo teletubbies suka adu perut, kalo kita adu otak. Hahaha.


Ok, fine thank you and youuu….Kita ketemu di lain kesempatan dengan tema yang berbeda ya. Gue mau ngelonin Omen dulu yang malam ini pinternya keblenger. Love youuuu muaaach..


@imardalilah

p1

Lucu Itu...

Aku terdiam. Aku terhenyak. Kantong plastik yang aku jinjing jatuh. Jari jemariku lemas. Mata berbinar melihat pemandangan didepanku. Astaga, benarkah ini? Atau aku hanya mimpi belaka? Kau tau apa yang aku lihat? Es cendol dengan harga seribu rupiah saja. Heloooow, hari gini ada es cendol seribu rupiah? Gile luh.


Lucu? Mungkin iya. Biasanya saat melihat atau mendengar yang lucu aku tertawa. Pun begitu kamu kan? Atau saat melakukan hal aneh kita pasti tertawa karena lucu.  Lucu itu biasanya jika kita melihat, mendengar, atau melakukan suatu hal aneh yang mengundang gelak tawa. Namun bagiku lucu itu bukan sekedar itu. Lucu ituuuu…..


Lucu itu ketika aku gelisah, khawatir akan seseorang yang aku puja yang aku cinta ternyata tak balik mencintaiku tak balik memujaku. Pun aku khawatir kelak aku tidak berjodoh dengannya. Ruang dan waktu memisahkan aku dengannya. Atau mungkin kondisi yang tidak bisa diprediksi. Disaat yang sama pula ternyata aku menemukan diriku belum siap menjalin hubungan serius dengan pujaan hatiku. Lucu bukan?


Itu sangat lucu. Aku mengkhawatirkan orang yang belum jelas atau bahkan tidak jelas bagaimana kelak aku dengannya terlebih aku temukan diriku tidak ada kesiapan sedikitpun untuk menjalin hubungan serius. Lalu kemudian aku menemukan diriku yang selalu memujanya, mengelu-elukannya, hingga aku merasakan aku tidak bisa melepaskan bayangnya dari dalam benakku, dari dalam perasaanku, dari dalam pandangan mataku.


Dan sangat sangat lucu. Lucu sekali saat aku –tidak sengaja menjadi seorang yang protektif. Menanyakan kabarnya, menanyakan kegiatannya, menanyakan apapun tentangnya dan kegiatannya. Aku ingin mengetahui segala gerak geriknya. Mulai dari dunia maya hingga dunia nyata. Aku tak ingin satu detik pun tidak tau apa yang ia lakukan.


Semakin sangat lucu sekali teramat sangat. Aku memikirkannya setiap hari, setiap malam. Aku berpikir bagaimana jika aku tak berjodoh dengannya? Lebih baik aku mati saja daripada aku tidak bisa hidup bersamanya. Aku sangat gelisah, khawatir, aku takut… Aku takut jika ia lebih memilih wanita lain dibandingkan aku.


Lebih-lebih lucu yang sangat dan teramat sangat. Kala aku terus berharap akannya, tentangnya. Perasaan lucu ini semakin membuatku gila hingga yang aku pikirkanpun gila, yang aku lakukanpun gila. Aku merasa bahwa ia pun memiliki rasa yang sama denganku. Dia selalu ada disampingku saat aku butuhkan. Dia selalu mendukung segala kegiatan yang aku kerjakan. Dan aku, aku semakin tergila-gila akan dirinya.


Kau tahu? Justru itu lebih daripada semakin lucunya berlebih. Perasaan gila yang aku katakan baru saja menunjukkan bahwa aku melakukan hal yang gila. Apa? Aku terlalu percaya diri, aku ge-er (mungkin), karena dia begitu perhatian padaku, selalu mendukungku, selalu ada membantuku. Padahal ternyata dia memang baik, pria baik yang bukan berarti tandanya ia pun memiliki rasa yang sama.



Akhirnya aku tertawa sendiri dengan es cendol seharga seribu yang aku pesan sebanyak seratus gelas untuk menggenapkan kegilaanku. Es cendol itu menyadarkanku bahwa aku ini lucu. Lucu, belum siap menjalin hubungan serius tapi mengkhawatirkan seseorang, menggalaukannya, merisaukannya. Padahal aku mah apa atuh, cuma bisa menatapi foto dan stalk akun sosial medianya serta menatapi ia dari kejauhan.



@imardalilah yang lucu

p1

Maaf

Ramadhan telah berlalu. Syawal pun akan segera berakhir. Kita tersadarkan bahwa waktu bergulir begitu cepatnya. Langkah kaki tak mampu menyeimbangkan kecepatan waktu. Sudah Ramadhan kesekian hidup masih seperti hari lalu. Seperti ini dan seperti itu.


Wajah tak lagi muda. Keriput mulai melanda. Berjalan kaki sebentar saja habislah tenaga. Langkah kaki mulai goyah. Nafas tersengal. Penglihatan buram. Mata terlihat sayu dan letih. Kantung mata perlahan namun pasti membentuk diri menghiasi wajah nan pucat pasi.


Usia semakin tua. Namun kedewasaan belum tentu bertambah. Usia semakin bertambah. Namun pertemanan, persahabatan, uang, atau lainnya belum tentu semakin bertambah pula. Semakin usia bertambah, semakin sibuk. Sibuk mempersiapkan diri menuntut ilmu dalam jenjang yang lebih tinggi. Sibuk mencari pekerjaan. Sibuk berkarier. Dan sibuk lainnya.


Dalam kehidupan tentu saja ada yang berkurang dan ada yang bertambah. Hidup itu ya seperti itu-itu saja. Saat kita merasakan bertambah sukses dalam pekerjaan tentu ada yang berkurang. Mungkin saja waktu luang bersama orang tua, sanak family, teman nongkrong, atau untuk berbaur pun kita tak memiliki waktu luang.


Begitu juga bukan saat kita naik jenjang pendidikan –ke SMP, SMA, Kuliah? Teman SD-SMP-SMA kita perlahan tapi pasti tidak se-intens dulu menghabiskan waktu bersamanya. Itu alamiah sekali. Setiap manusia memiliki level/fase kehidupan masing-masing. Jadi jangan pernah samakan saat kita masih SD, SMP, SMA, kuliah, atau kerja bahkan setelah kita menikah. Kondisinya sudah pasti berbeda.


Pun begitu kala kita atau teman kita punya pacar. Tentu ia menikmati level/fasenya yang terbaru. Waktu bersama temannya berkurang. Sekali lagi, itu alamiah sekali. Namun begitu bukan berarti kita bisa menjadikan hal tersebut sebagai alasan untuk tidak meluangkan waktu sedikit untuk teman-teman kita. Luangkanlah waktu untuk teman bermain kita kala kecil, SD, SMP, SMA, kuliah, atau lainnya.


Memiliki fase baru bukan berarti menggantikan orang-orang lama yang ada dalam kehidupan kita dengan orang-orang yang baru. Jika kita begitu mudahnya melupakan seseorang karena ada yang baru sesungguhnya kita tidak pantas menjadi seseorang yang selalu diingat oleh orang lain. Terlebih jangan sampai kita di cap sebagai orang yang datang saat hanya ada maunya. Jagalah silaturahim.


Karena nila setitik rusak susu sebelanga. Aku rasa peribahasa itu perlu kita ingat betul. Dalam menjalin hubungan apapun saat kita melakukan satu kesalahan sudah pasti seribu kebaikan yang kita lakukan sia-sia belaka. Tidak pernah terlihat. Maka sangat penting menjaga komunikasi agar kita tidak terlihat sebagai orang yang datang hanya saat ada maunya. Teknologi zaman sekarang sudah canggih toh? Jadi, tak ada alasan untuk berkilah sulit berkomunikasi.


Satu musuh terlalu banyak. Sejuta kawan terlalu sedikit. Jika ada kawan kita yang tersakiti oleh kita semestinya seperti itu pula perasaan kita, sakit. Jangan sampai kawan kita sakit hati oleh diri kita. Apalagi kita tidak sadar bahwa kita telah menyakitinya. Membuatnya sakit hati.


Meminta maaf itu mudah. Memaafkan itu sulit, susah. Bayangkan sakit hati yang dipendam begitu lamanya sudah seperti tumpukan sampah yang menggunung tinggi –menjulang ke langit lalu kita hanya mengucap kata “maafkan aku” apa gunungan sakit hati itu akan hilang saat itu juga? Tentu saja tidak. Perlu waktu lama untuk membersihkannya.


Begitu mudah meminta maaf. Saking mudahnya orang-orang menganggap enteng hal tersebut. Lihat saja saat Idul Fitri kemarin berapa banyak broadcast message yang berisi permintaan maaf? Seperti itukah caranya meminta maaf? Sungguh kita merugi meminta maaf dengan mengentengkannya. Maka dari itu aku tidak pernah membaca bahkan membalas broadcast message seperti itu. Itu seperti penghinaan permohonan dan pemberian maaf.


Jika kita memang berniat meminta maaf, gunakanlah dengan cara yang baik dan santun. Tunjukkan kesungguhan kita meminta maaf. Jangan sampai meminta maaf pada Idul Fitri hanya sebatas ceremonial belaka, hanya ikut-ikutan, formalitas saja. Minta maaflah dengan sungguh-sungguh. Jika perlu datangi.


Memaafkan itu tidak mudah. Perlu proses yang cukup lama. Lebih lama daripada sakit yang telah dideritanya.



@imardalilah

p1