Posted by Imar in
on
-
Tiba-tiba hujan turun malam ini. Padahal siang tadi matahari
begitu menyengat kulit hingga kering seperti sawah yang terkena musim kemarau
panjang. Bedanya, kulitku ini tidak sampai terbelah-belah seperti sawah yang
kekeringan. Tiba-tiba pula aku teringat seseorang. Dulu ia seperti mesin
penggerakku. Mungkin tanpanya aku tak akan bisa berbuat apa-apa, aku tak akan
bisa berbuat banyak hal.
Aku sangat mencintainya. Bukan karena keelokan wajah, bukan
karena harta, bukan pula karena siapa dia. Aku mencintainya karena aku
mencintainya. Bagiku, tak ada alasan untuk mencintai. Cinta ya cinta. jika
ditanyakan mengapa aku mencintainya, aku tak bisa menjawab. Sekalipun
pertanyaan itu dilontarkan dengan kondisi aku ditindih batu besar aku tetap
tidak bisa menjawabnya. Tak ada jawaban untuk ‘mengapa kau mencintainya?’.
Cinta yang tumbuh seiring berjalannya waktu itu semakin lama
semakin kuat. Namun begitu bukan berarti tak ada halau rintang yang menghadang.
Itu dulu. Kini jauh berbeda. Aku sudah memutuskan untuk mengakhiri
semuanya. Tanpa harus ada yang dijelaskan karena bagiku semua sudah jelas
untuknya. Walau sudah lama aku berpisah dengannya namun segala kenangan
kebersamaan itu masih tersimpan rapi disini –hatiku. Aku tidak tahu mengapa
tiba-tiba kenangan itu kembali. Bertahun-tahun aku mencoba melupakannya namun
tetap tak bisa.
Aku sangat tersiksa dikala aku mendadak ingat, ingat segala
macam bentuk ingatan tentangnya. Aku berusaha sekeras mungkin melepaskan,
melupakan, meninggalkan segala yang berkaitan dengannya. Sayang, semakin aku
berontak dengan perasaanku aku semakin terkukung. Tak bisa pergi dari kenangan
itu. Aku stuck. Mungkin aku pun pasrah.
Temanku mengatakan jangan diniatkan melupakan. Aku katakan
padanya, kau tak pernah merasakan apa yang kurasakan kini. Kau mudah saja
bicara demikian. Coba kau jadi aku, apa yang akan kau lakukan, hah? Kau pikir
melupakan itu mudah? Kau pikir lepas dari bayang-bayang masa lalu itu gampang?
Dan kau pikir meninggalkan dia kala itu keputusan sepele?
Aku tak habis pikir dengan orang yang asal jeplak berbicara
seperti itu.
Lalu dia mengatakan, semakin kau berniat melupakannya kau
justru semakin tersiksa. Ingatan akan kenangan masa lalu itu akan terus muncul.
Aku tak meminta atau menyuruhmu melupakannya tapi aku hanya mengatakan jangan
kau niatkan melupakannya. Jujurlah pada dirimu sendiri bahwa kau masih
mencintainya jika memang itu yang kau rasakan. Jujur atas perasaanmu
terhadapnya agar kau lebih tenang dan lega.
Kata-katanya, kalimatnya. Aku berusaha mencernanya. Memahaminya.
Aku terdiam. Tenggelam dalam memahami makna dari apa yang temanku katakan.
Belum selesai ku memahami perkataannya tadi, dia kembali
berucap. Melupakan itu susah, sulit, tidak mudah. Kau butuh proses lama jika
ingin lupa seseorang dan jangan kau niatkan. Tidak ada seorangpun menurutku
bisa benar-benar melupakan orang yang pernah ia cintai. Tidak ada. Karena
memang Tuhan sudah memberikan garisnya bahwa orang yang kita cintai itu menjadi
salah satu tokoh yang berperan dalam hidup kita. Dia sudah dikirimkan Tuhan.
Dia sudah dicatat jauh-jauh hari untuk bertemu denganmu sebelum akhirnya
dipertemukan dengan dirimu.
Kembali. Aku kembali mencoba memahami kata demi kata yang
keluar dari temanku itu. Memang selama ini aku terlalu berniat melupakannya.
Bagiku, dia sudah tidak berarti lagi. Jadi buat apa aku masih menyimpannya
dalam diriku? Hanya menyesakkan dada. Sekarang aku paham mengapa aku ingin
sekali melupakannya. Karena kami sudah berbeda jalan. Dulu kami bersama,
sekarang kami menjalani kehidupan masing-masing.
Melupakan itu sulit. Betul sekali. Susahnya melupakan.