Seperti biasa, aku tak pernah bisa memejamkan mata sebelum ayam berkokok. Berbagai cara sudah dilakukan, mulai dari mematikan tv, pindah ke ruang tamu, membaca novel, hingga guling-guling ditengah jalan. Ah, yang terakhir itu hanya gurauan saja. Mana mungkin aku berani melakukannya? Mungkin kalau aku patah hati aku bisa saja melakukannya.



Khayalanku bermain entah kemana. Imajinasiku melanglang buana. Ada satu dua kejadian yang aku ingat. Satu hal yang luar biasa bagiku mengingat aku adalah seorang pelupa-ers, pikuners. Bahkan temanku lebih ingat kejadian yang aku alami ketimbang diriku sendiri.


Ingatanku terhenti pada Idul Fitri kemarin. Tiba-tiba saja aku mengingat-ingat siapa saja yang memberikan aku ucapan selamat Hari Raya Idul Fitri dan meminta maaf. Satu dua aku ingat siapa saja yang memberikan ucapan itu dan siapa saja yang belum. Tak tahu mengapa ingatanku sampai pada hal tersebut.


Aku teringat program Mario Teguh Golden Ways. Saat itu beliau berkata “Jangan menjadi orang yang memberi saran. Tapi jadilah petunjuk jalan bagi orang lain. Jika orang lain mengikuti saran kita lalu terjadi suatu hal yang tidak diinginkan apakah kita mau bertanggung jawab? Maka, jadilah pemberi arah.” Kurang lebih seperti itu. Ah, makjleb kalimatnya.


Tentu saja banyak orang sok tau saat ini. Temannya curhat lalu diberikan saran. Kadang orang curhat itu bukan berarti ingin diberikan saran. Terkadang orang curhat hanya ingin didengarkan. Memang kita mau bertanggung jawab atas segala sesuatu yang terjadi atas saran kita?


Kebanyakan dari kita pun menganggap bahwa mendukung teman itu dengan cara mengiyakan semua yang ingin dilakukan temannya. Teman yang baik adalah ia yang bisa memberikan dukungan dalam bentuk pandangan-pandangan yang berbeda yang bisa dijadikan pertimbangan seorang teman dalam memutuskan suatu pilihan. Eksekutor tetap ada pada teman kita. Sebagai teman kita hanya memberikan pandangan yang berbeda saja.


Andai teman kita hendak melakukan hal yang salah pun kita mendukungnya, begitukah artinya mendukung teman? Mendukung tentu dalam lingkup kebaikan bukan keburukan. Sekali lagi, kita adalah pemberi second opinion dan dia (teman kita) adalah pengambil keputusan. Sama halnya seperti Allah. Dia memberitahu bahwasannya ada jalan yang baik dan buruk. Manusia dipersilakan memilih salah satu dari kedua jalan tersebut. Tidak ada paksaan. Allah memberikan kebebasan.


Pun Allah seperti itu. Karena apa? Karena Allah memberikan manusia pelajaran untuk bertanggung jawab dengan apa-apa yang telah dilakukannya. Seperti itu pulalah kita semestinya bersikap. Berikan pandangan-pandangan kita terhadap apa yang hendak teman kita lakukan. Jangan sampai kita mendukung secara membabi buta. Karena kelak kita dimintai pertanggungjawabannya.


Aku paham saking kita sayang pada teman kita membuat kita mengiyakan apapun yang dilakukannya. Karena kita menganggap begitulah seorang teman. Memang, rasa sayang dan cinta yang berlebih sering menjadikan kita seorang yang subyektif dan protektif yang berlebihan.



Biarkan teman kita hidup dengan pilihannya dan kita tidak terbebani dengan apa yang ia lakukan karena telah memberikan pendapat dan pandangan kita terhadapnya. Jika teman kita membutuhkan pendapat kita, berikanlah. Jika tidak diminta tak perlu repot-repot mengurusi urusan hidupnya.  Biarkan saja. Yang penting kita sebagai teman selalu siaga –selalu standby dua puluh empat jam untuk teman kita. Dia menganggap kita ada atau tidak, biarkan saja. Yang terpenting dia selalu ada di hati kita. Bukan begitu? 




Leave a Reply