Indonesia. Kau tahu itu nama apa? Itu nama Negara dimana aku tinggal. Tanah airku. Bumi nusantara.

Indonesia. Kau tahu apa yang membuatku bangga dengannya?

Keunikan dan keberagamannya yang bersatu dalam satu wadah yaitu Indonesia.

Memang ia tak terkenal  seperti Amerika Serikat atau Singapura. Tapi tidak ada satu Negara pun didunia ini yang tidak tertarik padanya.

Hamparan tanah yang luas, laut yang indah dan penuh dengan kekayaan. Manusia yang begitu banyak jumlahnya menjadi incaran para kapitalis dan liberalis.


Enam puluh Sembilan tahun bukanlah usia yang muda. Namun bukan berarti Indonesia sudah dewasa.

Enam puluh Sembilan tahun merdeka, bebas menentukan arah hidupnya sendiri. Namun bukan berarti bebas menentukan arah hidup Indonesia. Begitu banyak kepentingan.

Enam puluh Sembilan tahun tidak akan sebanding jika dibandingkan dengan Amerika Serikat yang sudah berusia jauh lebih tua dibanding Indonesia.

Enam puluh Sembilan tahun, usia kemerdekaan Indonesia.

Masih banyak orang didalamnya yang hidup tidak merdeka. Bukan hanya yang hidupnya dibawah garis kemiskinan. Lebih daripada itu.

Ada bukan anak yang tidak bebas menentukan arah hidupnya?

Ada bukan anak yang terus dibayang-bayangi ayah dan ibunya dalam menentukan pilihan yang ia sukai?

Ada bukan anak yang bermimpi besar dan tinggi lalu orang lain mengatakan “Hei, mimpi jangan ketinggian. Nanti kau jatuh, sakit” ?

Ada bukan anak yang memberikan alasan kenapa ia terlambat datang ke sekolah namun seketika itu pula gurunya langsung menghukum?

Ada bukan anak yang di cap bodoh oleh orang tua, guru, dan lingkungannya?

Ada bukan anak yang menonton program televise yang tidak layak?

Ada bukan anak yang merokok, bebas menonton video porno, bahkan dibunuh oleh tetangganya sendiri?

Ada bukan anak yang dibunuh mentalnya bahkan pelakunya diri kita sendiri?

Itu hanya sebagian kecil potret negaraku, Indonesia. Sangat kecil dari begitu banyak tempaan yang sedang menerpa Indonesia.

Apakah dengan begitu aku membencinya? Tentu saja tidak.

Berapa banyak diantara kita yang mengaku mencintai Indonesia namun sering menghina negaranya sendiri?

Saat timnas Sepakbola kalah. Saat timnas badminton kalah. Saat setiap keburukan yang muncul di Indonesia, lalu kita berkata “Namanya juga Indonesia”. Begitu bukan?

Lalu saat tujuh belas agustus kita mengaku mencintai Indonesia dengan memasang bendera merah putih didepan rumah, mengganti profil picture sosial media dengan bendera merah putih, dan perayaan lainnya.

Apakah itu yang dinamakan merdeka?

Kita sendiripun masih menjadi budak, belum merdeka.

Kita budak atas pola pikir kita sendiri. Kita masih dijajah oleh pola pikir kita yang dipengaruhi oleh modernisasi dan globalisasi bahkan westernisasi.

Mari bebas menentukan arah bangsa ini tanpa ikut campur pihak diluarnya.

Seperti saat kita membangun rumah tangga –sekalipun ibu atau bapak kandung kita- mereka  tidak boleh ikut campur dalam rumah tangga kita. Begitu bukan?

Jadi, merdekakanlah pikiran kita sehingga kita bisa berpikir dan bertindak layaknya orang yang merdeka. Bukan berpikir dan bertindak layaknya sang penjajah.

Indonesia, bagaimanapun rupamu aku mencintaimu. Dan bagaimanapun kau dimata dunia, aku mencintaimu. 

Kelak oleh generasi muda saat ini kau akan berkibar diatas Negara-negara lain di dunia ini.

Bakti dan cintaku untukmu, negaraku. Indonesia.


@imardalilah 


Leave a Reply