Bagaimana jika orang yang sangat kamu cintai adalah orang yang paling acuh terhadapmu?
Bagaimana jika orang yang sangat kamu cintai adalah orang yang paling tak pedulikanmu?

Pun disaat kamu letih.
Pun disaat kamu lelah.
Pun disaat kamu sedih.
Pun disaat kamu duka.

Bagaimana jika orang yang sangat kamu cintai adalah orang yang menanyakan kabarmu pun tidak?
Bagaimana jika orang yang sangat kamu cintai adalah orang yang menemuimu pun tak pernah?

Akankah kau tetap mencintainya?
Akankah kau tetap mempertahankannya?
Akankah kau tetap yakin dengannya?
Akankah kau tetap meminta pada Tuhan untuk dipersatukan dengannya?

Akankah kau tetap bersabar hingga ia tak lagi acuh terhadapmu?
Akankah kau tetap bersabar hingga ia memperhatikanmu?
Akankah kau tetap bersabar menanyakan kabarnya sekalipun ia tak pernah membalas atau bahkan membaca pesan singkat yang kau kirim itu?

Cinta, bukankah keyakinan terhadapnya selalu diuji?
Seberapa besar cinta kau padanya, seberapa besar keyakinan kau pada dirinya, dan seberapa besar kekuatan yang ada dalam dirimu menghadapi orang yang kau cintai itu?

Cinta, bukankah selalu harus diperjuangkan?
Bukankah perjuangan itu membutuhkan pengorbanan?
Lalu bagaimana jika kau semakin hari semakin jenuh dan ragu karena tak ada sedikitpun ia menatapmu?
Lalu bagaimana jika kau semakin hari semakin pamrih atas segala perjuangan dan pengorbanan yang kau lakukan untuknya selama ini?

Apakah saat kau pamrih tanda bahwa kau tidak tulus mencintainya?
Apakah saat kau letih menunggu --hingga mungkin kesabaran sudah habis itu bukti bahwa kau tidak benar-benar mencintainya?

Cinta, selalu tidak masuk akal. Entah datangnya, entah perginya.
Jika cinta menyakitimu lalu untuk apa kau masih berdiri tegak bertahan karena cinta?
Mengapa kau rela tersakiti karena cinta?

@imardalilah

Leave a Reply