Kawasan kanal Tirta Sangga Jaya berbentuk huruf U yang membentang sepanjang 240 km dan lebar 100 meter dengan titik sentral dikawasan Cibinong, ke barat sampai di Cikupa dan Mauk (Tanjung Kait), serta ke timur sampai Tanjung Jaya, Karawang tersebut, menurut Syaykh Panji Gumilang (SPG) diintegrasikan menjadi Ibukota Raya (Jakarta Raya) yang saat ini disebut Jabodetabek. Status hukum wilayah pemerintahannya tetap seperti sediakala namun terintegrasi sebagai Ibukota Raya yang disebut Jakarta Raya.


Dalam hal manajemen pembangunan dan pemanfaatan proyek raksasa dan monumental itu dibentuk Badan Otorita Ibukota Jakarta Raya – Tirta Sangga Jaya (TSJ). Ketua atau Kepala Badan Otorita tersebut bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Ketua Badan Otorita itu bisa saja dijabat ex-officio Gubernur DKI Jakarta dengan wakil ketua Gubernur Banten dan Jabar yang juga ex-officio. Atau dijabat seseorang setingkat menteri. Sebagai payung hukum perlu dibuat UU yang mengatur khusus Ibukota Negara Jakarta Raya dan Badan Otorita Tirta Sangga Jaya tersebut.


Jadi menurut SPG hal ini sekaligus menjawab berbagai diskursus tentang perlu tidaknya pemindahan ibukota Negara. Diantaranya opsi yang pernah ditawarkan Presiden SBY yakni : 1) Tetap menjadikan Jakarta sebagai ibukota dan pusat pemerintahan dengan melakukan pembenahan (Opsi Realistis); 2) Tetap menjadikan Jakarta sebagai Ibukota dan hanya memindahkan pusat pemerintahan ke daerah baru (Opsi Moderat); 3) Memindahkan Ibukota dan pusat pemerintahan secara bersamaan dengan membangun ibukota baru. The real capital, the real government center (Opsi Ideal Bersifat Radikal).


Menurut SPG, dengan terbangunnya TSJ dibawah manajemen Badan Otorita Jakarta Raya – TSJ, akan sekaligus memberi jawaban atas diskursus tentang ibukota Negara tersebut. Dimana seluruh kawasan TSJ tersebut menjadi Ibukota Raya yang dinamai Jakarta Raya. Yakni tetap menjadikan Jakarta sebgai Ibukota Negara dan pusat pemerintahan yang diperluas mencakup seluruh kawasan berbentuk huruf U kanal TSJ yang kemudian dinamai Jakarta Raya.


SPG berkeyakinan bahwa gagasan pembangunan kanal raya TSJ dapat mengatasi berbagai permasalahan Jakarta, termasuk tentang keberadaan Jakarta sebagai Ibukota Negara. Dengan membangun kanal TSJ, bak kata pepatah “sekali mendayung tujuh pulau terlampaui’.  Jika konsep Jakarta Raya dengan proyek utama TSJ ini terwujud, maka bangsa dan Negara Indonesia akan lebih dipandang keberadaannya oleh dunia Internasional.


Proyek se-raksasa TSJ memang memerlukan biaya besar. Diperkirakan sekitar 100 milyar dolar AS. Namun katanya jauh lebih mahal kerugian yang ditanggung akibat banjir dan kemacetan sebagaimana terjadi selama ini, apalagi jika dihitung dengan penderitaan warga serta jiwa yang melayang lantaran terbenam banjir.


Darimana sumber pembiayaan sebesar itu? Menurut SPG, biaya pembangunan TSJ itu bisa ditanggung sendiri oleh bangsa Indonesia tanpa harus meminjam dari luar negeri. Menurutnya, sumber pembiayaan bisa ditarik lewat ORI (Obligasi RI) dan SUN (Surat Utang Negara) yang ditawarkan kepada anggota masyarakat yang berkemampuan. “Tidak boleh dijual kepada pihak asing, harus kepada rakyat Indonesia. Sebab orang Indonesia itu kaya dan punya harga diri”, tegas Panji Gumilang.


Dia memberi gambaran dari jumlah penduduk 240 juta jiwa, diasumsikan sekitar 10 persen atau 24 juta punya uang diam 100 ribu dolar AS. Kepada mereka, dijual obligasi. Jual obligasi bernilai paling sedikit 1.000 dolar. Tentu ada yang mampu membeli 100.000 sampai 1 juta dolar. Dengan demikian bisa terkumpul 100 miliar dolar AS, maka kanal TSJ pun pasti terwujud.


SPG berkeyakinan bahwa utang negara dalam bentuk obligasi dan SUN tersebut bisa dikembalikan. “Tentu bisa, karena TSK akan menghasilkan uang”, tandasnya optimis. TSJ itu adalah proyek monumental mengelola air sembari berbisnis. TSJ menjadi sarana pengelolaan air yang bisa dikembangkan menuju bisnis air baku, transportasi air dan jalan darat, pembangkit listrik tenaga air serta pariwisata.


Bahkan TSJ akan menjadi sarana bisnis sepanjang zaman. Dari segi penyediaan dan pasokan air baku saja, proyek TSJ kalau sudah jalan, bisa menjadi mesin uang triliunan rupiah setiap tahun. Karena air merupakan sumber pokok kehidupan manusia, ternak, dan industri. Bisnis air baku dimanapun didunia memiliki posisi yang amat prospektif, bisa disejajarkan dengan komoditi-komoditi unggulan lainnya.


Misalnya dalam 100 tahun terakhir, komoditi air minum sering disejajarkan dengan minyak mentah atau gas (Migas) dalam perspektif pembandingan apple to apple. Atau dalam sepuluh tahun terakhir diperbandingkan dengan bisnis teknologi informasi.


SPG menjelaskan keberadaan TSJ yang melintasi atau berdekatan dengan seluruh kawasan Jabodetabek memberikan kemudahan tersendiri dalam pendistribusian air baku yang kualitasnya lebih baik. Posisi strategis ini memberi peluang besar bagi air baku TSJ untuk mengakses dan diakses PDAM didaerah sekitarnya. Sekurangnya ada sekitar 8 PDAM yang berpotensi menjadi mitra bisnis TSJ, yakni PDAM Kabupaten Bekasi, PDAM Kabupaten Karawang, PDAM Kabupaten Bogor, PDAM Kabupaten Tangerang, PDAM Kota Bekasi, PDAM Kota Bogor, PDAM Kota Tangerang, dan PDAM DKI Jakarta.


Dalam estimasi minimal dengan asumsi menjaring 20 juta pelanggan air bersih diseluruh kawasan Jabodetabek dan sekitarnya, maka TSJ berpeluang memasok sekitar 50 juta meter kubik air per bulan atau 600 juta meter kubik per tahun. Katakan saja air baku itu dijual ke PDAM Rp. 2.000 per meter kubik, maka diperoleh omset sebanyak Rp. 1,2 Triliun per tahun. Saat ini jumlah pelanggan PDAM diwilayah Jabodetabek masih sekitar 2 juta KK. Dengan pasokan air baku TSJ, jumlah pelanggan PDAM bisa lompat 10x lipat atau 20 juta pelanggan.


Dampak positif lainnya, penyedotan air tanah secara berlebihan dan tak terkendali yang telah berlangsung selama bertahun-tahun di Jakarta sehingga menimbulkan rongga-rongga tanah yang kosong lalu diisi intrusi air laut yang bersifat korosif dan berakibat permukaan tanah turun dan ambles, akan dapat dikendalikan.


Bahkan dampak ekonomi proyek raksasa tersebut telah dimulai sejak awal pembangunannya yang tentu akan membuka lapangan kerja bagi ratusan ribu pekerja. Dia membandingkan dengan pembangunan Terusan Suez di Mesir sepanjang 164 km dan lebar 60 meter, telah melibatkan 80 ribu pekerja.


Selain itu, TSJ juga akan menjadi proyek induk yang sekaligus mengatasi macet. Dengan membangun rel kereta api dan jalan tol disisi kiri-kanan kanal sepanjang 240 km, maka akan mengurangi beban transportasi yang melintasi wilayah perkotaan. Baik rel kereta api maupun jalan tol dan waterway di kanal TSJ tersebut akan diintegrasikan dengan semua moda transportasi yang melintasi kawasan kota. Hal ini tentu mempunyai nilai ekonomi (bisnis) tersendiri lagi.


Gambaran Tirta Sangga Jaya :

1. Menjadi Air Baku untuk diolah di PAM
2. Untuk mengairi lahan pertanian
3. Untuk perikanan darat
4. Lebar TSJ 100 mtr bisa dilalui alat transportasi air
5. Wisata Air
6. Sisi kiri kanannya dibangun jalan raya
7. Sepanjang aliran TSJ di bangun pemukiman, toko dan gedung penunjang lainnya

Sumber : Majalah Berita Indonesia, p. 12-13, Edisi 86 Tahun VII, Feb 2013 dan Fan Page I Love Al Zaytun



2 Responses so far.

Leave a Reply