Kanal raya itu penyangga Jakarta Raya dari ancaman banjir, kerumitan transportasi, pemukiman yang semrawut, serta sungai-sungai yang kotor dan berbau anyir. Pada musim hujan berfungsi sebagai pengendali dan penyimpanan air serta mencegah banjir. Pada musim kemarau, TSJ berfungsi sebagai sarana irigasi bagi persawahan di Banten dan Pantura. Fungsi lainnya, sebagai sarana transportasi air, penyediaan air baku untuk PDAM (air bersih) dan menggelontorkan sungai-sungai kecil yang kotor di Jakarta.


Di kiri-kanan kanal dibangun rel kereta api dan jalan tol dari arah timur menuju ke barat dan sebaliknya. Rel kereta api, jalan told an kanal TSJ itu melewati enam daerah kabupaten dan kota dari dua provinsi –Banten dan Jawa Barat. Dalam peta yang disusun Berita Indonesia berdasarkan gagasan Syaykh Panji Gumilang, aliran sungai TSJ memotong empat sungai besar – Cisadane, Ciliwung, Bekasi dan Citarum – serta 13 sungai kecil yang menyerbu Jakarta, terutama di musim hujan.


Sungai-sungai tersebut dikendalikan oleh TSJ melalui waduk dan pintu-pintu air pembagi yang bisa dibuka dan ditutup sesuai kebutuhan. Sedangkan aliran Kali Ciliwung yang merupakan ancaman terbesar pusat Jakarta pada musim hujan dikendalikan di waduk Cibinong. Diatas waduk Cibinong, dikawasan Bogor dan Puncak dibangun pula dua-tiga waduk untuk mengatur dan menjamin pasokan (aliran) air ke kanal TSJ.


Selain pengendali banjir, TSJ juga berfungsi sebagai sarana transportasi termasuk angkutan peti kemas dengan kapal ukuran sedang, pembangkit listrik tenaga air, pengairan, perikanan, obyek wisata dan pemasok air baku untuk keperluan air bersih Jakarta dan daerah-daerah disekelilingnya.


Dalam kamus manajemen air TSJ, lirik lagu keroncong Bengawan Solo ciptaan Gesang : “Air mengalir sampai jauh, akhirnya ke laut” menjadi tidak relevan lagi. Karena air dalam kanal itu harus dikelola dan dimanfaatkan lebih dulu dengan baik agar secara optimal menjadi sangat berguna bagi kehidupan manusia.


Kanal huruf U itu sudah pasti mencegat perjalanan 13 sampai 15 sungai besar dan kecil menuju Jakarta. Aliran sungai-sungai tersebut dikendalaikan bukan dihentikan dalam tema ketahanan air. Maksudnya ketahanan yang menyangkut air, tanah serta apa yang dibudidayakan didalamnya dan diatasnya. Berbicara tentang pangan, ternak, tanaman industri hutan, dan berbagai aspek kehidupan manusia adalah sekaligus berbicara tentang air.


Air bukan saja untuk menciptakan pangan, tetapi juga ketahanan, supaya air menjadi manfaat, bukan bencana. Jadi air dikelola dengan baik agar air tetap ada dimusim kemarau dan tidak menjadi bencana dimusim hujan. Kedua hal ini menjadi terpadu.


Karena, papar Syaykh Panji, manusia diberi hak oleh Sang Pencipta untuk mengelola dan menatanya. Kalau musim hujan jangan sampai melimpah, kalau musim kemarau jangan sampai kering.


Kemudian di Jakarta Raya sebagai Ibukota Raya, kawasan pemukiman penduduk dinormalisir tanpa menggusur penduduk. Hal ini sesuai dengan program Jokowi-Basuki dalam hal penataan kota : 1) Melakukan intervensi sosial untuk merevitalisasi pemukiman padat dan kumuh tetapi meniadakan penggusuran; 2) Pembangunan super blok untuk masyarakat kelas menengah ke bawah. Berupa one stop living yang terdiri dari hunia vertikal (rumah susun), ruang publik berupa taman, pasar, dan pusat lauanan kesehatan.


Menurut Syaykh Panji, penduduk tetap dikawasannya masing-masing. Tetapi perumahannya tidak boleh horizontal, harus vertikal. Sehingga disisi-sisi kanal dan sungai-sungai ada lahan terbuka yang luas. Katakan saja disisi-sisi Ciliwung di Bukit Duri kawasan Tebet, Jakarta Timur dan Jakarta Selatan. Pengkolah Ciliwung mencakup beberapa kampong, kelurahan dan kecamatan Kampung Melayu dan Tebet. Penduduknya tidak harus digusur, karena kegiatan usaha dan sumber budayanya ada di kampung-kampung itu.


Perumahannya dibangun menjulang keatas (vertikal), menampung sampai 1.000 KK dalam satu flat/blok. Disitu juga disediakan prasarana sekolah, olahraga, pusat belanja, taman dan tempat rekreasi dengan lingkungan yang hujau dan bersih. Rumah vertikal untuk 1.000 KK tersebut, penghuninya akan lebih aman dan terkontrol. Soal pilihan jalan, bisa lewat kiri-kanan Ciliwung. Menurut Syaykh Panji Gumilang, kemacetan Jakarta bukan hanya karena banyaknya kendaraan yang lalu lalang, tetapi juga karena kurang tertata.



Syaykh Panji Gumilang (SPG) mengatakan biaya pembangunan proyek monumental Tirta Sangga Jaya (TSJ) akan mampu ditanggung bangsa Indonesia sendiri, tanpa memerlukan utang dari asing. TSJ diperkirakan membutuhkan biaya hampir Rp. 1.000 Triliun. WAAAW !


(Sumber : Majalah Berita Indonesia, p.11. Edisi 86 Tahun VII, Feb 2013)

One Response so far.

Leave a Reply