Teringat ceramah salah satu guru besar di Indonesia, Aa Gym, tentang memperbaiki diri. Tokoh yang sempat kontroversial karena poligami-nya, hingga akhirnya banyak kaum ibu yang 'ga suka' dengan beliau. Tapi bukan itu yang akan dibahas. 

Mengenai memperbaiki diri, kebanyakan orang (salah satunya juga saya) lebih banyak menuntut orang lain berubah tapi tidak pernah menuntut dirinya berubah. Padahal yang paling penting dan fundamental dalam penciptaan perubahan ialah sadarnya diri akan perubahan dalam diri sendiri yang pada akhirnya ia akan berpengaruh kepada orang lain dan lingkungan.

Tidak sedikit dari kita yang menyalahkan orang lain, menyalahkan lingkungan. Coba pikir, berapa banyak dari usia kita, kita 'menyalahkan' diri sendiri? Yang jadi masalah adalah diri kita yang tidak mau berubah atau kita tidak bersungguh-sungguh berubah? Kita terlalu banyak memikirkan banyak hal, pekerjaan, lingkungan, negara, dunia. Semua itu tidak akan berpengaruh apapun jika diri kita tidak berubah.

Jika masalah bertambah tapi kemampuan tidak diasah, pengetahuan tidak ditambah, ilmu tidak ditambah, yang ada malah stres. Dalam bisnis bukan soal modal uang atau yang lainnya, tapi diri kita berubah ga menjadi pribadi yang lebih baik, jujur, berintegritas. Kemampuan kita di upgrade ga, pengetahuan dan ilmu kita di update ga. Kita mengakui dosa tanpa perubahan, itupun seakan sia-sia.

Ingin mengubah apapun, tempat kerja, tempat bergaul, tempat tinggal, hingga negara, silakan ubah diri kita dulu. Kata Allah "Tidak akan Aku ubah keadaan suatu kaum tanpa dia mengubahnya". Yang artinya, bukan berubah bareng-bareng tapi Mulai dari diri sendiri, Mulai dari yang kecil dan Mulai dari sekarang (3M). Insya Allah pada saat kita memperbaiki diri, kita sedang mengamalkan ayat tersebut. Islam itu bukan hanya solat, puasa, zakat, pergi haji kan? 

Kita itu aneh, segala sesuatu kita pikirkan tapi kita tidak berpikir untuk berubah. Cek ke dalam diri, apakah kita sombong? Emosional? Tukang gossip, gibah, bahkan fitnah? Tukang komentar? Atau bahkan kita sumber masalahnya?


Sama seperti kondisi Negara ini. Keluhan itu banyak sekali, mungkin sebagian besar masyarakat Indonesia mengeluh dengan kondisi Negara-nya yang makin kacau, pemimpin yang ga amanah, wakil rakyat yang ga amanah juga. Hingga muncul keputusasaan, rasa ketidakpercayaan kepada wakil rakyat, penegak hukum, dan pemimpin negara. Seolah tidak ada lagi orang baik di Negara ini. Disamaratakan.

Coba saja tetangga kita tanya opininya tentang pejabat-pejabat itu. Kalau masyarakatnya sudah putus asa dan tidak percaya, lalu gimana dong nasib bangsa ini? Jika masyarakat sudah tidak peduli siapa yang memimpin negeri ini, siapa wakil rakyatnya, siapa penegak hukumnya, juga latar belakangnya, akan banyak yang memanfaatkan kondisi ini. 

Para bedebah dengan mudahnya masuk ke hati masyarakat dengan cara persuasif, merakyat, padahal kenyataannya itu hanya fatamorgana. Apakah kita akan tetap membiarkan kondisi Indonesia seperti ini? Apakah kita akan membiarkan saja para bedebah itu menguasai negeri ini? Atau kita bergerak memperbaiki Indonesia dengan turun tangan?

Bagaimana jika kita berada dilingkungan yang menghambat, lingkungan yang jauh dari ekspektasi kita? Sebenarnya kita mesti buat petanya, apakah hambatannya ini benar-benar merusak kemampuan kita untuk berkembang atau hambatannya merupakan tantangan kita untuk berkembang. Karena adakalanya baru ada kesulitan kita sudah 'mogok'. Padahal kesulitan ini seperti soal ujian, dikasih soal ujian justru untuk meningkatkan kemampuan. 

Jika kita menilai obyektif dengan adanya dilingkungan itu kita jadi rusak, hijrah jawabannya. Tapi jika belum rusak, kita cari lingkungan alternatif dimanapun, yang membuat kita meningkat kemampuannya kembali ke lingkungan tersebut, kita sebagai 'ragi' yang mewarnai lingkungan. Itu lebih positif.

Memperbaiki diri itu bukan sekedar untuk diri sendiri. Tapi kita memperbaiki diri untuk memperbaiki lingkungan kita, negara kita dimana kita tinggal dan dunia ini. Dimulainya ya dari diri sendiri. Simple !



@imardalilah

One Response so far.

  1. Seseven im :-)
    Alhamdulillah ^_^

Leave a Reply