Dila, adalah sosok wanita yang disukai banyak pria.
Pintar, supel, ramah, rajin ibadah, baik, manis, dan masih banyak hal-hal baik
dalam dirinya. Wajar saja bila banyak pria yang menyukai dan mengaguminya. Ia
sosok wanita yang menurutku bagaikan mawar di tepi jurang, indah dilihat namun
sulit untuk di dapat.
Ya, memang seharusnya begitu wanita menurutku, terlihat namun tak mudah disentuh. Aku pun sebagai wanita dan teman
dekatnya kagum dengan dia, wanita yang patut jadi pujaan setiap pria. Entah
sudah berapa pria yang menyatakan perasaan padanya dan entah berapa kali ia pun
menolak mereka. Dia memang wanita yang dididik dengan didikan yang religius,
di sekolahkan di sekolah basic agama.
Ayahnya yang aku tahu seorang yang tegas juga keras. Aku rasa sifat ayahnya itu mengalir deras dalam diri Dila. Dila yang aku
kenal adalah wanita yang keras dan tegas, ia selalu tegas dalam mengambil sikap
dan sifat kerasnya itu yang kadang membuatku kagum dan juga kesal. Kagum saat
ia bersikeras dengan tujuan yang ingin ia capai, orang yang pantang menyerah,
dan kesal jika keegoisan dia muncul.
Ibunya yang aku kenal ramah, pendiam, juga
menurutku ada dalam sifat Dila. Ia sangat ramah, ya walaupun saat orang pertama
kali melihatnya menganggap dia adalah orang yang tak bersahabat. Padahal ia sosok yang easy going. Ia sebenarnya orang yang pendiam
dan selalu menutupi masalah yang sedang di hadapinya, memang ini hal yang tidak
aku suka dari dia.
Dia tidak terbuka dengan aku, sebagai teman dekatnya. Dila
dominan diam tapi saat ia nyaman dengan lingkungannya ia begitu vocal,
kata-kata yang ia ucapkan selalu mengandung nasihat-nasihat yang amat dibutuhkan olehku dan teman-temanku. Mungkin karena basic pendidikannya agama, ia mengerti
tentang agama lebih jauh dari aku dan selalu mengarahkan aku dan teman-temanku
pada jalan yang benar.
Begitu sayangnya ia pada teman-temannya sehingga tak mau
jika salah satu temannya melangkah dijalan yang salah, jika ada yang salah ia
yang paling vocal mengingatkan. Tak henti-hentinya ia mengingatkan dan tak
bosan mengingatkan aku dan yang lainnya walau tak jarang kami hanya
mendengarkan nasihatnya dari kuping kanan lalu keluar di kuping kiri.
Dia selalu menutupi masalah yang sedang dihadapinya.
Ia merasa bahwa masalah yang ia hadapi bisa ia selesaikan sendiri. Orang yang
mandiri memang, tapi ini juga aku tak suka darinya. Aku pikir manusia adalah
makhluk sosial yang tak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Sudah sepatutnya
ia menceritakan apa yang menjadi beban dia pada aku atau yang menurutnya dia
nyaman untuk menceritakan masalahnya.
Aku pernah mengatakan hal itu padanya
namun jawaban ia adalah “La, selama aku mampu untuk menyelesaikannya sendiri,
buat apa aku minta bantuan orang lain? Aku pengen memaksimalkan apa yang aku
punya, dengan begitu aku tidak akan bergantung pada orang lain. Aku tidak ingin
menjadi manusia yang lemah dan selalu bergantung pada orang lain, malah aku tuh
berharap banyak membantu orang yang butuh ama bantuan aku. Ya jadi pendengar,
penasehat, atau lebih dari itu, semampuku.
Bukan karena aku menyepelekan peran
seseorang atau kekuatan seseorang tapi aku hanya ingin memaksimalkan diriku.
Lagipula aku rasa ada hal yang memang harus aku ceritakan pada orang lain dan
ada hal yang tidak semestinya aku ceritakan. Memang aku dominan tertutup tapi ada
kan hal yang aku share sama kamu dan teman-teman lainnya?” ujarnya padaku
panjang lebar.
Aku kalah deh kalau ngomong sama makhluk satu itu. ada
aja jawabannya. Tapi walau bagaimana pun juga dia sosok yang sempurna
menurutku, sosok yang selalu ingin ku tiru dan aku pun mengaguminya.
Sekesal-kesalnya aku padanya tapi saat aku tak bertemu dia dalam beberapa
waktu, aku pasti merasa kehilangan sosoknya yang membuat aku nyaman dan selalu
ceria berwarna suasana hati dan hariku karena kehadirannya.
Dia orang yang
humoris juga, banyak lelucon yang ia buat dan membuat aku ngakak tiada
hentinya. Sampai-sampai mulutku kram gara-gara denger lelucon dia. Ada saja lelucon
baru yang entah darimana ia dapatkan. Itu yang membuat aku makin suka dengan
sosoknya, dengan sosoknya loh bukan dengan orangnya. Nanti dikira lesbi lagi,
aku masih normal. Setidaknya hingga detik ini, Hahaha.
Saat ini ia sedang sibuk dengan kegiatan keagamaannya,
ia sibuk berdakwah sana sini. Menyebarkan ilmunya ditiap penjuru kota. Disela-sela waktu kuliahnya yang padat ia masih sempat berdakwah dan membuat
forum untuk kegiatan sosial. Wonderful ini manusia, tidak mengenal lelah
rupanya. Eh apa wonderwoman yaaa? Hehehe. Memang ia yang aku tahu orang yang senang sekali berbagi dalam
berbagai hal, apalagi ilmu terutama ilmu agama.
Dia juga senang sekali
bersosialisasi, ia mempunyai banyak teman di kampus maupun di luar kampus.
Bergaul dengan Dila tak hanya membuat aku tahu yang belum aku tahu sebelumnya
tapi juga membuatku mengenal banyak orang, ya teman-teman Dila. Semakin banyak
saja ilmu yang aku dapat, mengingat teman-temannya pun orang yang penuh
semangat dan gairah, kebanyakan mereka adalah pengusaha muda.
Ditengah-tengah kesibukannya itu ia masih meluangkan
waktu untuk berkumpul dengan teman-teman SMA nya, dengan kami –teman kuliahnya-,
dengan teman-teman di kampungnya. Amazing!!! Awesome!!! Manusia yang rendah hati, seberapa
pun besarnya ia di mata manusia, ia tetap merendahkan hatinya pada orang-orang
di sekitarnya dan pada Tuhannya. Ia tidak pernah merasa lebih dari siapapun,
malah dia heran jika ada orang yang menyukainya, karena dia merasa dia tidak
mempunyai apa-apa. Sempurna, ucapku dalam hati. Ini dia orang yang seperti
padi, makin berisi makin merunduk.
Sebagai teman dekatnya aku selalu up to date dengan
kabar-kabar terbaru Dila. Apalagi masalah para pria yang suka padanya. Itu aku
hapal namanya satu-satu. Ada beberapa orang yang suka dengan Dila, bahkan
secara terang-terangan mengungkapkan perasaannya di depan Dila. Sudah gila kali
tuh orang, suka ama cewek ga liat-liat dulu. Udah tau Dila banyak fansnya,
masih aja nekat. Apa aku bilang, walhasil percuma deh. Di tolak juga kan ama
Dila.
Dila, wanita yang berkomitmen untuk tidak pacaran. Aneh, di zaman modern
seperti ini masih ada orang yang berkomitmen untuk tidak pacaran padahal arus
globalisasi -termasuk ke dalamnya yaitu pacaran- tidak bisa tertahan.
Sekuat apa tembok yang Dila bangun untuk sebuah komitmen yang menurutku
mustahil itu? Mana mungkin ia bisa menahan gejolak kawula muda, masa dimana
orang ingin merasakan indahnya dicintai dan mencintai.
Dila, walaupun disukai banyak pria tapi ia tak tinggi
hati. Ia tetap rendah hati, tetap tersenyum dengan para pria yang menyukainya
ya meski tak sedikit dari mereka malah berbalik benci karena di tolak oleh
Dila. Tapi Dila tak pernah ambil pusing, dia tidak peduli jika ada yang benci
dirinya hanya karena di tolak cintanya. Justru ia bersyukur, aneh memang itu
orang. Dibenci orang ko malah bersyukur??
“Iya, aku harus bersyukur dong karena
dengan begitu terlihat mana yang benar-benar mencintai aku mana yang cuma
pengen milikin aku. Aku ga mau lah kalo di cintai hanya untuk di miliki, aku
ingin di cintai karena memang dia mencintaiku tulus, tanpa memilikiku pun tak
apa asal ia bisa mencintaiku sepenuh hati dengan keikhlasannya”. Begitu
alasannya.
Makhluk ini memang ada saja pemikirannya. Tapi apa yang di
katakannya memang ada benarnya juga, entah mengapa apa yang menjadi pemikiran dia
itu bisa aku terima dan selama ini aku tak pernah terpikirkan sampai sejauh
pemikiran Dila, padahal pemikirannya itu sederhana. Atau mungkin diriku yang
tidak pernah mau berpikir ya? :p
Suatu hari, Dila dan aku mengikuti kajian yang biasa
kami ikuti dalam organisasinya di kampus. Waktu itu kebetulan pemateri di
undang dari alumni, seorang pria bernama Muhammad Yusuf Zulkarnaen. Ia adalah
alumni dari jurusan Manajemen angkatan 2003.
Ka Yusuf, begitu ia biasa di
panggil, adalah mahasiswa yang kala itu aktif di organisasi baik itu
organisasi jurusan, fakultas, atau universitas. ia di kenal religius. Tampan,
tinggi, putih, rapi, wangi, bersih, sopan, itu nilai pertama saat aku melihat
Ka Yusuf. Aku kagum melihatnya, apalagi saat ia mulai materi kajian.
Saat ia
berbicara, terpancar sekali auranya. Pasti wanita yang melihat ka Yusuf
terkagum-kagum. Beruntung sekali orang yang bisa jadi pacarnya, pikirku.
Pandanganku fokus kepada ka Yusuf, sedang fokus-fokusnya aku tak sengaja
menengok ke kanan dan aku melihat Dila memandang Ka Yusuf dengan khusyu’nya.
Tak biasanya ia seperti itu melihat pria.
Aku yang awalnya memandang pemandangan yang indah di
depanku, kini tidak lagi karena ada pemandangan yang menurutku lebih penting
dari itu. ya, Dila yang begitu tajam pandangannya pada makhluk tampan itu. ya
walaupun Dila bukan pemandangan yang indah buatku, tapi ini penting karena diluar kebiasaan. Ia tak pernah sebegitu seriusnya menatap pria.
Selesai kajian,
aku langsung menghampiri Dila dan bertanya, “Dila, aku perhatiin dari awal
kajian di mulai sampai kajian selesai tatapan kamu tidak lepas dari ka Yusuf,
tumben, ada apa nih? Hayoo?”. Wajah Dila langsung merah.
”Hah??? Engga ko. Siapa juga yang ngeliatin ka Yusuf mulu? Mungkin pas kamu liat aku, itu lagi pas aku liat ka Yusuf kali”, sanggahnya dengan cepat sekaligus agak gugup.
”Hah??? Engga ko. Siapa juga yang ngeliatin ka Yusuf mulu? Mungkin pas kamu liat aku, itu lagi pas aku liat ka Yusuf kali”, sanggahnya dengan cepat sekaligus agak gugup.
“Aku kan dari awal
kajian sampai tadi selesai merhatiin kamu terus Dil, tatapan kamu ga
lepas-lepas tuh dari Ka Yusuf. Hayoo hayoo ngaku aja lah ama aku mah, ada apa
nih?” tanya ku penuh selidik.
“Ah, udah ah jangan ngegossip terus, dosa!” pungkirnya.
“Hhm, awas yak kalo ketauan ada apa-apa,” ancamku dengan nada
becanda.
Kebetulan saat aku sedang berbincang dan menggoda
Dila, Ka Yusuf lewat di depan kami dan menghampiri kami berdua. Wah, rasanya
jantung ini berdegup kencang. Lebih kencang dari motornya Valentino Rossi,
*lebay. Aku langsung menatap Dila, pipi Dila berwarna merah seperti tomat
yang masak.
“Assalamu’alaikum”, ucap Ka Yusuf sembari senyum dan lesung pipinya
yang mengembang membuatnya makin terlihat tampan dan mempesona. Kami berdua
agak lama menjawab, saking aku terpesona, kalau Dila ga tau deh kenapa jawabnya
lama, aku rasa ga beda jauh.
“Eh, wa’alaikum salam ka,” jawab kami agak gugup.
“Gimana tadi kajiannya, ada kurang atau gimana menurut kalian?” tanya Ka Yusuf
pada kami.
“Oh tadi kajiannya cukup menarik sih ka, berbicara masalah Indonesia
yang ga ada ujungnya di timpa bencana. Di tambah para pemimpin yang seolah acuh
tak acuh dengan keadaan rakyatnya yang terus di ‘sedot’ keringatnya untuk
memfasilitasi mereka,” jawab Dila.
“Iya ka, aku setuju sama Dila. Apa yang salah
ya ka dengan Indonesia?” tanyaku pada Ka Yusuf. “Oh, kamu Dila,” tanya ka Yusuf
yang tak langsung menjawab pertanyaanku. “Iya ka,” jawab Dila mengiyakan.
“Gimana ka jawabannya?” tanyaku lagi sekedar mengingatkan.
“Oh iya, lupa saya belum
jawab pertanyaan kamu ya. Itu tanda Allah murka karena alam yang telah diciptakanNya tidak di pelihara dengan
baik oleh manusia. Allah beri peringatan kepada manusia, memperlihatkan bahwa alam mulai bosan dengan kelakuan para penghuninya.
Mungkin juga penyebabnya karena kita kurang atau bahkan sama sekali tidak bersyukur.
Salah
satu tanda orang bersyukur dengan alam yang di titipkan oleh Allah adalah
merawat dan menjaga alam itu jangan sampai rusak dan jangan sampai ada yang merusak. Alam pun marah jika tak kita pelihara.
Dia telah memberikan begitu banyak sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan
hidup manusia, tapi manusia dengan sifat serakahnya dan tidak puasnya itu malah
mengeksploitasi tanpa memelihara dan tanpa mengganti apa yang dia ambil dari
alam,” jawabnya.
Aku terpesona mendengar jawaban dari Kakak yang tampan
itu. Wah, pintarnya orang ini. Aku semakin suka dengan dia. Aku tatap Dila,
sepertinya ia pun terpesona dengan kata-kata yang di ucapkan Ka Yusuf. “Oh gitu
yak ka, aku juga ngerasanya sih begitu. Tapi ga kepikiran segitu jauhnya
ka,” ujar Dila.
“Ehem Dila, ngejawab juga,” godaku. “Apa sih La, ngegoda mulu deh
dari tadi,” ujar Dila agak kesal.
“Lho ko kalian jadi maen goda-godaan gitu sih? Ada apa
nih?” timpal ka Yusuf.
“Ini ka, Dila lagi ke semsem sama cowok”, jawabku dengan
cepat.
“iiiih Nazla apa-apaan deh, gossip mulu nih,” ujar Dila.
“Oh kamu Nazla
namanya, daritadi saya mau tanya ga kebagian ngomong sama kalian, hehe," timpal
Ka Yusuf di sela-sela aku menggoda Dila.
“Oh ka Yusuf daritadi mau ngomong toh,
bilang dong ka. Yasudah saya beri kesempatan ngomong sama Dila deh, saya
pengertian kan ka,” godaku. Wajah Dila mulai terlihat tak tersahabat, sepertinya
campuran dari kesal dan malu.
Tak lama kami berbincang, aku melihat ada ketertarikan
antara Dila dengan Ka Yusuf. Aku mencium aroma jatuh hati dari mereka, apa
mungkin Dila mulai tertarik dan membuka hati untuk pria? mungkin saja, pikirku.
Imposible is nothing, bukan? Dila juga manusia, seorang wanita yang memiliki rasa
cinta dan menyukai lawan jenis.
Itu sudah kodrat yang diberikan Tuhan kepada
manusia, di antaranya Dila. Hanya saja kita harus adil menempatkan kodrat itu
di tempat yang sesuai, jangan seperti zaman sekarang yang melakukan hal yang dilarang atas nama cinta. Padahal cinta itu suci tapi manusia yang mengotorinya
dan selalu menyalahkan cinta atas apa yang mereka lakukan yang sebenarnya atas
dasar nafsu. (Efek gaul sama Dila jadi pinter :p)
Bersambung...
@imardalilah
Nice ^_^