Tepat Waktu

Semua itu Allah berikan tepat waktu, ga ada yang telat, ga ada yang kecepetan. Sekalipun itu atas kesalahan kita, sekalipun itu atas kerja keras kita. Jika kita merasa diperlambat atau dipercepat itu atas izin atau kehendak Allah.

Intinya, manusia tugasnya berusaha dan doa. Allah yang menentukan hasil. Kalo Allah izinkan bahkan kehendaki, ga akan ada yang bisa melawanNya. Perbanyak dan perkuat sadja ikhtiarnya, supaya Allah mau 'nego' sama hasil yang akan Dia berikan.

Guru saya mengatakan, KESIAPAN bertemu KESEMPATAN akan menghasilkan KEBERUNTUNGAN. Berarti keberuntungan itu bukan suatu hal yang tiba-tiba Allah berikan tapi karena kita telah siap pada saat kesempatan itu datang.


By the way, bukan berarti karena "Allah berikan semua itu tepat waktu" maka kita selalu jadikan kalimat itu sebagai perisai kita pada saat kita 'gagal'. Kita lupa menghisab diri sendiri, menghisab apa saja yang sudah kita lakukan sehingga Allah izinkan hal itu terjadi.

Maka, kalimat itu tidak serta merta berlaku untuk kita karena kita harus melihat terlebih dahulu ke dalam diri kita. Sampai akhirnya kita temukan 'kesalahan' yang menghambat itu, yang menyebabkan Allah mengizinkan kita 'gagal'.

Setelah menghisab diri, ikhtiar lagi, hisab lagi, ikhtiar lagi, terus hingga Allah izinkan apa yang kita kehendaki terjadi, kita akan tau apa pelajaran yang Allah berikan dari 'kegagalan demi kegagalan' yang Allah izinkan dalam perjalanan kita. Hingga akhirnya barulah kita bisa berkata "Allah berikan semua itu tepat waktu".


@imardalilah

p1

Tauhid


Apa yang sedang kita alami saat ini pastilah atas apa yang kita tanam semasa lalu. Sekalipun merasa tidak menanam, anggaplah itu sudah takdir dari Allah. Mesti dilewati, dilalui, sekalipun sangat tidak mengenakkan, bikin ga nyaman.

Percayalah, tidak ada yang sia-sia didunia ini. Selalu ada hikmah, selalu ada pelajaran. Ingat, kehidupan ini sekolahnya, kejadian yang Allah berikan adalah pelajarannya, kita dan yang lain adalah guru sekaligus muridnya. Hidup kita ya belajar, dari masih dalam kandungan hingga liang lahat.

Well, selalu pelajaran yang bisa diambil dalam melakukan kesalahan adalah untuk tidak mengulanginya lagi, agar menjadi pelajaran bagi yang lain. Saya rasa kejadian yang kita alami bagian dari belajar tentang tauhid. Bagaimana kita meyakini suatu kejadian itu bukanlah satu hal kebetulan melainkan suatu pembelajaran. Dari pembelajaran itu Allah ingin menumbuhkan kita menjadi lebih baik lagi.

Carilah jawaban dari "Kenapa Allah izinkan hal ini terjadi padaku?" Dalam pencariannya membutuhkan waktu yang lama, hati yang lapang, pikiran yang tenang, dan keimanan pada Allah.

So my lovely brother and sister, pikirkanlah apa-apa yang kita alami. Bisa jadi dan sangat mungkin Allah mengabulkan do'a kita melalui kejadian yang sedang kita alami. Misalnya kita meminta pada Allah dikuatkan dalam menghadapi kehidupan ini. Ternyata Allah malah memberikan ujian berkali-kali bahkan bertubi-tubi.

Mungkin bagi kebanyakan orang menganggap Allah tidak adil. Minta apa, dikasih apa. Tapi lagi-lagi ini tentang ketauhidan. Ya, benar TAUHID. Dari contoh do'a diatas misalnya, Allah mengabulkan do'a kita yang ingin kuat dalam menjalani kehidupan ini yaa dengan memberikan ujian. Bukankah dengan adanya ujian itu kita teruji kuat?

Kekuatan kita akan terlatih dengan menghadapi ujian tersebut. Jika lulus, kekuatan kita sudah teruji dan tidak diragukan lagi. Nah, bukankah itu tandanya Allah mengabulkan do'a kita? Coba pikirkan dan renungkan. Ini tentang ketauhidan. Yakinkah kita pada Allah? Yakinkah kita bahwa Allah Maha Mendengar, tidak pernah salah menjawab do'a hambaNya?

Jadi sudah sejauh mana tauhid yang kita miliki? Yakinkah pada Allah dan ke-Maha-anNya?


@imardalilah

p1

Terima Kasih

Tuhan terima kasih atas segala yang Kau berikan padaku hingga detik ini. 
Terima kasih Kau berikan raga yang sehat, jiwa yang kuat, keluarga yang penuh dengan kasih sayang dan lingkungan yang luar biasa.

Tuhan terimakasih Kau jadikan aku orang yang beruntung, terimakasih Tuhan.
Tuhan terima kasih atas kesempatan yang Kau beri, kesempatan yang tak bisa dibeli dengan apapun, pengalaman yang amat mahal.
Tuhan terima kasih Kau panggil orang tua ku Sembilan tahun lalu, terima kasih.


Aku tahu Tuhan, Kau selalu punya rencana indah untukku walau dimataku itu tak indah sama sekali.

Terimakasih Tuhan, Kau jadikan aku orang yang tak begitu pintar sehingga aku bisa menerima ilmu-Mu setiap saat. Tuhan terima kasih Kau arahkanku pada jalan-Mu. 
Terimakasih Kau tarik aku dari dunia gelap itu, terimakasih Kau pertemukan aku dengan orang yang membawaku ke tempat-Mu.

Tuhan terimakasih Kau lahirkan aku dalam keluarga yang tak kaya, sehingga aku bisa mengkayakan keluargaku. Tuhan terima kasih atas ujian dan cobaan yang Kau berikan, berkat hal itu aku kini menjadi pribadi yang lebih kuat.

Tuhan terimakasih Kau pertemukan aku dengan orang-orang yang merendahkanku, menghinaku, memanfaatkanku. Dari itu semua aku bangkit dan membalas dengan kesuksesan yang kini kuraih.

Tuhan terimakasih Kau berikan suudzonisme dalam diriku. Dari hal itu aku belajar mengerti orang, aku belajar sabar, aku mengerti bagaimana dinilai tak sesuai dengan kondisiku.

Tuhan tidak mungkin aku bangkit tanpa aku tersungkur. Tidak mungkin aku kaya jika saat ini aku kaya, aku kaya karena sebelumnya aku miskin. Tidak mungkin Tuhan aku benar jika aku tidak berbuat salah. Tidak mungkin Tuhan aku bahagia jika aku tidak pernah menangis. Dan tidak mungkin Tuhan aku berada dipuncak tangga tanpa aku tapaki satu persatu anak tangga.

Tuhan, terima kasih atas semua yang Kau berikan padaku. Aku baru sadar Tuhan bahwa itu semua memang rencana-Mu yang amat indah untukku. Aku baru sadar Tuhan bahwa itu yang aku butuhkan, bahwa semua itu adalah jawaban doa-doaku setiap aku bersujud pada-Mu dan mengangkat kedua tanganku berharap Kau cepat kabulkan keinginanku.

Oh Tuhanku yang Maha Cerdas, cara-Mu menyayangiku membuat aku me-review dan me-rewind kehidupanku dulu yang selalu suudzon pada-Mu, yang selalu menyalahkan-Mu, yang tak pernah menomor satukan Engkau. Cara-Mu indah sekali, Tuhan. Mata ini berkaca-kaca mempelajari arti dari peristiwa yang Kau berikan dalam tiap detik kehidupanku.

Tuhan terima kasih Kau jadikan aku manusia yang lama mengerti maksud-Mu dengan cara-Mu itu. Dengan begitu aku belajar sendiri, aku mencari sendiri, dan akhirnya semua itu berbekas dihatiku.

Entah apalagi yang harus aku ucap pada-Mu Tuhan. Rasa terima kasih apalagi? Kau terlalu banyak memberikan itu semua, Tuhan. Kau Maha baik, Kau Maha Pengasih, Kau Maha Penyayang. Dari-Mu aku belajar ketulusan, dari-Mu aku belajar menjadi pribadi yang dermawan, dari-Mu aku belajar kebaikan. Kau segalanya Tuhan, untukku.

Puluhan tahun aku baru sedikit mengenal-Mu dan aku langsung jatuh cinta pada-Mu. Apalagi jika aku lebih lama mengenal-Mu, pasti aku tergila-gila pada-Mu. 

Izinkan aku berkenalan lebih jauh dengan-Mu. Izinkan aku lebih dalam mengenal-Mu. Izinkan aku lebih dekat dengan-Mu. Tidak ada hal lain yang lebih indah selain Kau Tuhan. Segala puji untuk Engkau, Tuhan yang Maha Kaya.

Tuhan, banyak yang merasakan Engkau itu begitu baik, aku juga merasakannya. Kau itu tidak egois. Kau Tuhan Yang Maha Esa namun mengajarkan pada kami bagaimana berbagi dengan sesama, yang itu kau hitung ibadah juga. Luarrrr biasa.

Pujian apalagi yang harus ku ucap dari lisan ini ? Sedang seumur hidupku pun dipakai untuk berterima kasih pada-Mu rasanya tak akan pernah cukup. Sedang seumur hidupku jika dipakai untuk sujud pada-Mu itu pun tak akan pernah cukup.

Tuhan terima kasih awal aku berkenalan dengan-Mu, aku niatkan agar aku cepat kaya, cepat pintar, lancar urusan kehidupanku, dan kepentinganku lainnya. Dari hal itu aku belajar bahwa seharusnya aku berkenalan dengan-Mu karena ingin kenal diri-Mu bukan demi kepentingan duniaku. 

Harusnya aku menjalin hubungan dengan awal ketulusan dan kasih sayang. Jika kita sudah saling sayang, jika kita sudah dekat, jika kita sudah bersahabat, tidak mungkin sahabatku yang Maha Baik ini menolak permintaanku. Tanpa diminta saja Kau berikan, apalagi diminta.

Tuhan aku ingin sedikit bercerita dari kehidupanku selama ini, dan baru aku sadari hal itu.

Tuhan, amat menyakitkan saat aku tidak mendapatkan apa yang aku inginkan. Amat menyakitkan saat aku harus melepaskan hal yang amat aku cintai seperti kehilangan orang tua ku, sangat menyakitkan Tuhan. Tapi Tuhan, percayalah padaku. Aku akan lebih menyakitkan ketika aku tahu bahwa aku mengabaikan-Mu. Percayalah.

Kini aku sadar, aku tidak bisa hidup tanpa rahmat-Mu. Aku tidak bisa tersenyum tanpa rasa damai yang Kau berikan padaku. Dan aku sadar Tuhan, aku tidak bisa memimpin diriku dalam kehidupan ini jika Kau tidak senang padaku.

Tuhan Yang Maha Pemaaf, maafkan aku telah mengabaikan-Mu sekian lama karena aku lebih mencintai hal lain dibandingkan Engkau. Maafkan aku Tuhan karena aku memprioritaskan hal lain dari yang seharusnya, yaitu Engkau Yang Maha Memelihara.

Walau aku berbuat kesalahan sedemikian rupa, namun...

Kau masih memberiku makanan walaupun aku memakan apa yang tidak seharusnya aku makan.

Kau masih berikan aku mata walaupun aku gunakan untuk hal yang tidak seharusnya aku lihat. 


Kau masih berikan aku telinga walaupun aku gunakan untuk mendengar apa yang seharusnya tidak ku dengar. 

Kau masih berikan aku indera peraba walau aku gunakan untuk menyentuh apa yang seharusnya tidak aku sentuh. 

Kau masih berikan aku udara untuk bernafas walau aku banyak berbuat salah pada-Mu.

Bagaimana orang bisa tidak bersujud serta jatuh cinta pada-Mu? Kau Maha baik, Tuhan. Kau Maha Pemurah, Kau Maha Besar Tuhan. Tapi aku lupa. Aku terlalu ambisius dengan dunia, aku amat sibuk dengan hidupku, aku sangat sibuk dengan diriku sendiri.

Aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri jika hal itu terjadi lagi. Bagaimana mungkin aku bisa aku melakukannya pada-Mu, Tuhan? Aku hamba yang angkuh. Aku tidak tahu terimakasih pada-Mu. Aku malu Tuhan terhadap diriku, lingkunganku, apalagi terhadap diri-Mu.

Dari semua itu Tuhan, aku berterimakasih dari kesalahanku tersebut. Terima kasih kau izinkan aku berbuat salah sehingga aku menemukan kebenaran.



Terima kasih terima kasih terima kasih Kau selalu bersamaku.

@imardalilah

p1

Mewaspadai Bahaya KHALWAT

Janganlah salah seorang dari kalian berKHALWAT dengan seorang wanita karena sesungguhnya syaitan menjadi orang ketiga diantara mereka berdua.” (HR. Ahmad)


“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah ia berKHALWAT dengan seorang wanita tanpa ada mahrom wanita tersebut, karena syaitan menjadi orang ketiga diantara mereka berdua.” (HR. Ahmad)


“Janganlah seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang wanita kecuali jika bersama dengan mahrom sang wanita tersebut." (HR. Bukhari)



BerKHALWAT adalah salah satu perkara MENDEKATI ZINA. Mendekati zina itu bukan hanya PACARAN, tapi juga kegiatan-kegiatan Pria-Wanita yang di haramkan dan dilarang. Pada zaman modern ini, banyak KHALWAT yang terjadi melalui komunikasi modern seperti SMS, BBM, WhatsApp, Line, Kakao Talk, Twitter, Facebook, Telepon, Email, dsb. 

Komunikasi tersebut diperbolehkan, hanya saja perlu diingat dan dijaga agar tidak menyampaikan sesuatu yang tak sepantasnya. Terlebih dalam komunikasi modern tersebut tak ada MAHROM, tak ada yang tau apa yang dibicarakan, apa yang dibahas, maka dari itu hanya diri sendirilah yang dapat menjaga dari berKHALWAT tersebut.

Apapun yang kita lakukan di dunia ini, pasti di hisab di Yaumul Hisab nanti. Sebesar dzarrah (lebih kecil dari debu) pun diperhitungkan kebaikan dan keburukan yang telah kita lakukan. Handphone, akun sosial media kita pun pasti akan dihisab nanti. Menjadi ladang amal kah atau justru ladang maksiat?

Maka, apakah kita akan terus berperilaku seENAK DENGKUL dan JIDAT kita? Apakah kita masih PEDE bahwa tiada Allah yang Maha Melihat? Atau justru kita lebih khawatir dan takut jika MAKSIAT yang kita lakukan diketahui oleh manusia ketimbang Allah? Ingat apa itu IHSAN? ialah beribadah kepada Allah seolah-olah kita melihat Allah dan jika kita tidak melihat Allah, Allah selalu melihat kita. CCTV Allah dimana-mana. 



Ini adalah bagian dari pengamalan Surat Al 'Ashr, QS. 42:48 dan QS. 3:20 (menyampaikan)

Semoga kita semua terlindung dan menjauhkan diri dari berKHALWAT.


@imardalilah

p1

NIKAH? Buat Apa?

Nikah, kata yang mungkin bisa bikin yang masih single mati gaya, apalagi kalo ditanya "kapan nikah?" Atau juga bikin perasaan ga karuan gimana gitu :D
Kenyataannya kalo si single ditanya mau nikah apa ga, jawabannya pasti mau. Tapi kalo ditanya siap apa ga, wah belum tentu banyak yang jawab siap. Saya sendiri merasakan sih :D
Nah beda hal kalo ada orang yang sering bahas NIKAH. Pasti deh di cap NGEBET nikah. Padahal belum tentu. Itu yang saya rasain sekarang. Dua tahun belakangan ini saya sering banget bahas nikah pada teman-teman saya. Wah awal-awal tuh beneran di cap GENIT, CENTIL, kecil-kecil ko omongannya nikah mulu (saat itu usia saya sekitar 20 tahun). Agak ‘panas’ juga ya.

Honestly, saya bukan NGEBET nikah tapi saya pengen orang dilingkungan saya itu AWARE terhadap pernikahan. Kenapa?
Saya ceritakan, berawal dari adik kelas saya selalu menyarankan saya untuk sesegera mungkin menikah setelah lulus kuliah. Dalam frame saya, nikah itu bukan yang mesti disegerakan. Saya sudah punya rencana untuk melanjutkan kuliah S2 lalu berkarier setelah itu baru menikah. Yaaa mindset kebanyakan wanita yang masih belum paham ilmunya.
Sering sekali adik kelas saya bilang kayak gitu. Sampai akhirnya saya mulai paham WHY-nya, dan semakin bertambah ilmu setelah ketemu akun twitter ustadz Felix, Tweet Nikah, juga buku Menikah Untuk  Bahagia-nya Pak Noveldy. Dari situ mulai lah saya menyebar virus nikah :D Tujuannya bukan ngomporin orang untuk cepetan nikah tapi lebih kepada PERSIAPAN
Menikah itu bukan sekedar menyatukan dua orang yang saling cinta tapi gerbang membangun satu generasi, suatu peradaban yang lebih baik lagi. Kebayang ga kalo kita nikah tanpa ilmu? Tanpa pengetahuan? Tanpa keterampilan? Waduh, kayak lagi di kamar eh terus mati listrik. Bisa ke jedot sana sini.
Saya tambah yakin dan semangat untuk menyebarkan 'virus' tersebut, didukung oleh latar belakang pendidikan (kuliah) dan juga bisnis yang saya jalankan (bimbingan belajar). Ditambah realitas kehidupan anak-anak zaman sekarang yang udah ampun-ampunan deh pergaulannya.
Menikah tanpa ilmu, bisa jadi tujuan kita cuma karena kita ga tau lagi mesti melewati fase kehidupan seperti apa, fase kehidupan yang mana lagi, bukan untuk beribadah, bukan untuk menghasilkan generasi yang lebih baik dibanding kita. Bisa jadi karena tanpa ilmu, cara-cara yang kita lakukan pra nikah (mendapatkan pasangan) bukan cara yang Allah tetapkan, bukan cara yang Rasulullah ajarkan.

Yups, PACARAN (PAke CARA Nikah), KEBABLASAAAAN ! Ga cuma itu, masih banyak juga yang pake MODUS buat deketin lawan jenisnya. Padahal sama aja. (Bisa baca tulisan saya tentang Mewaspadai Bahaya Khalwat)
Kalo kita menuju pernikahan pake cara-cara seperti itu ibarat kita dapat buah mangga tapi boleh nyolong. Mangga-nya halal, tapi caranya? HARAM ! Terus kalo dimakan, tubuh kita mengandung hal yang haram juga bukan? Tegakah kita terhadap calon anak kita nanti? Sayangilah anak kita dari sebelum ia lahir, dengan cara apa? Yaa tadi, pakailah cara-cara yang sudah Rasulullah tetapkan.

Sungguh, pernikahan bukan sekedar Romantic Love tapi lebih dari itu. Salah satunya membangun satu generasi penerus bangsa yang akan mengubah dunia ini jadi lebih baik.
Berpikirlah yang luas, berpikirlah yang panjang, bukan soal perasaan kita terhadap si calon pasangan kita saja. Bagaimana mungkin kita mendidik anak tapi kita ga punya ilmunya? Persiapkan juga diri kita menjadi orang tua yang memang pantas Allah berikan anak yang soleh/ah. Kalo kita mendidik anak dengan ilmu atau cara yang orang tua ajarkan pada kita apakah tepat?
Kita tidak hanya mewariskan harta pada anak tapi juga ilmu, termasuk cara kita mendidik anak kita yang nanti dia pun menerapkan cara tersebut kepada anaknya kelak. Lalu cucu kita menggunakan cara yang sama dalam mendidik anaknya. Terus begitu, tak terhingga. Kebayang kita sudah bikin suatu peradaban kan? Kalo kita mendidik anak dengan cara yang salah, bukankah kita dimintai pertanggung jawabannya kelak?
Saya memang belum menikah, insya Allah saya bukan sok tau. Ilmu ini saya dapatkan dari orang-orang sekitar, dari buku-buku, dari guru, dan yang pasti dari pengalaman orang lain. Kata Allah, apa-apa yang terjadi adalah tanda kekuasaan Allah bagi orang yang berpikir. Nah makanya saya berpikir tentang kejadian-kejadian rumah tangga di sekitar saya. Ga cuma itu sih, turunnya moral anak-anak sekarang juga jadi pemikiran saya.
Semoga tulisan ini bermanfaat dan semoga para pendakwah yang masih single, yang banyak membahas nikah tidak lagi di cap ngebet nikah karena nikah itu bukan perlombaan. Kalo ngebet itu terkesan buru-buru. Beda dengan menyegerakan, itu ada persiapan. 

By the way, Guru saya mengatakan "Wedding berbeda dengan Marriage. Wedding itu pesta pernikahan, Marriage itu pernikahan -seumur hidup. Jadi persiapkan Marriage, bukan sekedar Wedding yang cuma sehari".
Baik wanita maupun pria, persiapkanlah diri kita sebaik mungkin. Tidak sekedar memikirkan pesta pernikahannya tapi setelah pesta pernikahan usai.  Fokus pada perbaikan diri BUKAN fokus pada siapa jodoh kita nantinya. Siapa itu tergantung ada apa dalam diri kita :D
"Tumbuhan yang tumbuh di semaian tidak seperti tumbuhan yang tumbuh di tanah kering. Wajarkah bila anak-anak diharapkan sempurna, sedang ia disusui oleh susu ibu yang banyak kekurangan" 
(Manajemen Gejolak)

@imardalilah

p1

Dila

Dila, adalah sosok wanita yang disukai banyak pria. Pintar, supel, ramah, rajin ibadah, baik, manis, dan masih banyak hal-hal baik dalam dirinya. Wajar saja bila banyak pria yang menyukai dan mengaguminya. Ia sosok wanita yang menurutku bagaikan mawar di tepi jurang, indah dilihat namun sulit untuk di dapat.

Ya, memang seharusnya begitu wanita menurutku, terlihat namun tak mudah disentuh. Aku pun sebagai wanita dan teman dekatnya kagum dengan dia, wanita yang patut jadi pujaan setiap pria. Entah sudah berapa pria yang menyatakan perasaan padanya dan entah berapa kali ia pun menolak mereka. Dia memang wanita yang dididik dengan didikan yang religius, di sekolahkan di sekolah basic agama.

Ayahnya yang aku tahu seorang yang tegas juga keras. Aku rasa sifat ayahnya itu mengalir deras dalam diri Dila. Dila yang aku kenal adalah wanita yang keras dan tegas, ia selalu tegas dalam mengambil sikap dan sifat kerasnya itu yang kadang membuatku kagum dan juga kesal. Kagum saat ia bersikeras dengan tujuan yang ingin ia capai, orang yang pantang menyerah, dan kesal jika keegoisan dia muncul.

Ibunya yang aku kenal ramah, pendiam, juga menurutku ada dalam sifat Dila. Ia sangat ramah, ya walaupun saat orang pertama kali melihatnya menganggap dia adalah orang yang tak bersahabat. Padahal ia sosok yang easy going. Ia sebenarnya orang yang pendiam dan selalu menutupi masalah yang sedang di hadapinya, memang ini hal yang tidak aku suka dari dia.

Dia tidak terbuka dengan aku, sebagai teman dekatnya. Dila dominan diam tapi saat ia nyaman dengan lingkungannya ia begitu vocal, kata-kata yang ia ucapkan selalu mengandung nasihat-nasihat yang amat dibutuhkan olehku dan teman-temanku. Mungkin karena basic pendidikannya agama, ia mengerti tentang agama lebih jauh dari aku dan selalu mengarahkan aku dan teman-temanku pada jalan yang benar.

Begitu sayangnya ia pada teman-temannya sehingga tak mau jika salah satu temannya melangkah dijalan yang salah, jika ada yang salah ia yang paling vocal mengingatkan. Tak henti-hentinya ia mengingatkan dan tak bosan mengingatkan aku dan yang lainnya walau tak jarang kami hanya mendengarkan nasihatnya dari kuping kanan lalu keluar di kuping kiri.

Dia selalu menutupi masalah yang sedang dihadapinya. Ia merasa bahwa masalah yang ia hadapi bisa ia selesaikan sendiri. Orang yang mandiri memang, tapi ini juga aku tak suka darinya. Aku pikir manusia adalah makhluk sosial yang tak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Sudah sepatutnya ia menceritakan apa yang menjadi beban dia pada aku atau yang menurutnya dia nyaman untuk menceritakan masalahnya.

Aku pernah mengatakan hal itu padanya namun jawaban ia adalah “La, selama aku mampu untuk menyelesaikannya sendiri, buat apa aku minta bantuan orang lain? Aku pengen memaksimalkan apa yang aku punya, dengan begitu aku tidak akan bergantung pada orang lain. Aku tidak ingin menjadi manusia yang lemah dan selalu bergantung pada orang lain, malah aku tuh berharap banyak membantu orang yang butuh ama bantuan aku. Ya jadi pendengar, penasehat, atau lebih dari itu, semampuku.

Bukan karena aku menyepelekan peran seseorang atau kekuatan seseorang tapi aku hanya ingin memaksimalkan diriku. Lagipula aku rasa ada hal yang memang harus aku ceritakan pada orang lain dan ada hal yang tidak semestinya aku ceritakan. Memang aku dominan tertutup tapi ada kan hal yang aku share sama kamu dan teman-teman lainnya?” ujarnya padaku panjang lebar.

Aku kalah deh kalau ngomong sama makhluk satu itu. ada aja jawabannya. Tapi walau bagaimana pun juga dia sosok yang sempurna menurutku, sosok yang selalu ingin ku tiru dan aku pun mengaguminya. Sekesal-kesalnya aku padanya tapi saat aku tak bertemu dia dalam beberapa waktu, aku pasti merasa kehilangan sosoknya yang membuat aku nyaman dan selalu ceria berwarna suasana hati dan hariku karena kehadirannya.

Dia orang yang humoris juga, banyak lelucon yang ia buat dan membuat aku ngakak tiada hentinya. Sampai-sampai mulutku kram gara-gara denger lelucon dia. Ada saja lelucon baru yang entah darimana ia dapatkan. Itu yang membuat aku makin suka dengan sosoknya, dengan sosoknya loh bukan dengan orangnya.  Nanti dikira lesbi lagi, aku masih normal. Setidaknya hingga detik ini, Hahaha.

Saat ini ia sedang sibuk dengan kegiatan keagamaannya, ia sibuk berdakwah sana sini. Menyebarkan ilmunya ditiap penjuru kota. Disela-sela waktu kuliahnya yang padat ia masih sempat berdakwah dan membuat forum  untuk kegiatan sosial. Wonderful ini manusia, tidak mengenal lelah rupanya. Eh apa wonderwoman yaaa? Hehehe. Memang ia yang aku tahu orang yang senang sekali berbagi dalam berbagai hal, apalagi ilmu terutama ilmu agama.

Dia juga senang sekali bersosialisasi, ia mempunyai banyak teman di kampus maupun di luar kampus. Bergaul dengan Dila tak hanya membuat aku tahu yang belum aku tahu sebelumnya tapi juga membuatku mengenal banyak orang, ya teman-teman Dila. Semakin banyak saja ilmu yang aku dapat, mengingat teman-temannya pun orang yang penuh semangat dan gairah, kebanyakan mereka adalah pengusaha muda. 

Ditengah-tengah kesibukannya itu ia masih meluangkan waktu untuk berkumpul dengan teman-teman SMA nya, dengan kami –teman kuliahnya-, dengan teman-teman di kampungnya. Amazing!!! Awesome!!! Manusia yang rendah hati, seberapa pun besarnya ia di mata manusia, ia tetap merendahkan hatinya pada orang-orang di sekitarnya dan pada Tuhannya. Ia tidak pernah merasa lebih dari siapapun, malah dia heran jika ada orang yang menyukainya, karena dia merasa dia tidak mempunyai apa-apa. Sempurna, ucapku dalam hati. Ini dia orang yang seperti padi, makin berisi makin merunduk.

Sebagai teman dekatnya aku selalu up to date dengan kabar-kabar terbaru Dila. Apalagi masalah para pria yang suka padanya. Itu aku hapal namanya satu-satu. Ada beberapa orang yang suka dengan Dila, bahkan secara terang-terangan mengungkapkan perasaannya di depan Dila. Sudah gila kali tuh orang, suka ama cewek ga liat-liat dulu. Udah tau Dila banyak fansnya, masih aja nekat. Apa aku bilang, walhasil percuma deh. Di tolak juga kan ama Dila.

Dila, wanita yang berkomitmen untuk tidak pacaran. Aneh, di zaman modern seperti ini masih ada orang yang berkomitmen untuk tidak pacaran padahal arus globalisasi -termasuk ke dalamnya yaitu pacaran- tidak  bisa tertahan. Sekuat apa tembok yang Dila bangun untuk sebuah komitmen yang menurutku mustahil itu? Mana mungkin ia bisa menahan gejolak kawula muda, masa dimana orang ingin merasakan indahnya dicintai dan mencintai. 

Dila, walaupun disukai banyak pria tapi ia tak tinggi hati. Ia tetap rendah hati, tetap tersenyum dengan para pria yang menyukainya ya meski tak sedikit dari mereka malah berbalik benci karena di tolak oleh Dila. Tapi Dila tak pernah ambil pusing, dia tidak peduli jika ada yang benci dirinya hanya karena di tolak cintanya. Justru ia bersyukur, aneh memang itu orang. Dibenci orang ko malah bersyukur??

“Iya, aku harus bersyukur dong karena dengan begitu terlihat mana yang benar-benar mencintai aku mana yang cuma pengen milikin aku. Aku ga mau lah kalo di cintai hanya untuk di miliki, aku ingin di cintai karena memang dia mencintaiku tulus, tanpa memilikiku pun tak apa asal ia bisa mencintaiku sepenuh hati dengan keikhlasannya”. Begitu alasannya. 

Makhluk ini memang ada saja pemikirannya. Tapi apa yang di katakannya memang ada benarnya juga, entah mengapa apa yang menjadi pemikiran dia itu bisa aku terima dan selama ini aku tak pernah terpikirkan sampai sejauh pemikiran Dila, padahal pemikirannya itu sederhana. Atau mungkin diriku yang tidak pernah mau berpikir ya? :p

Suatu hari, Dila dan aku mengikuti kajian yang biasa kami ikuti dalam organisasinya di kampus. Waktu itu kebetulan pemateri di undang dari alumni, seorang pria bernama Muhammad Yusuf Zulkarnaen. Ia adalah alumni dari jurusan Manajemen angkatan 2003.

Ka Yusuf, begitu ia biasa di panggil, adalah mahasiswa yang kala itu  aktif di organisasi baik itu organisasi jurusan, fakultas, atau universitas. ia di kenal religius. Tampan, tinggi, putih, rapi, wangi, bersih, sopan, itu nilai pertama saat aku melihat Ka Yusuf. Aku kagum melihatnya, apalagi saat ia mulai materi kajian. 

Saat ia berbicara, terpancar sekali auranya. Pasti wanita yang melihat ka Yusuf terkagum-kagum. Beruntung sekali orang yang  bisa jadi pacarnya, pikirku. Pandanganku fokus kepada ka Yusuf, sedang fokus-fokusnya aku tak sengaja menengok ke kanan dan aku melihat Dila memandang Ka Yusuf dengan khusyu’nya. Tak biasanya ia seperti itu melihat pria.

Aku yang awalnya memandang pemandangan yang indah di depanku, kini tidak lagi karena ada pemandangan yang menurutku lebih penting dari itu. ya, Dila yang begitu tajam pandangannya pada makhluk tampan itu. ya walaupun Dila bukan pemandangan yang indah buatku, tapi ini penting karena diluar kebiasaan. Ia tak pernah sebegitu seriusnya menatap pria. 

Selesai kajian, aku langsung menghampiri Dila dan bertanya, “Dila, aku perhatiin dari awal kajian di mulai sampai kajian selesai tatapan kamu tidak lepas dari ka Yusuf, tumben, ada apa nih? Hayoo?”. Wajah Dila langsung merah.

”Hah??? Engga ko. Siapa juga yang ngeliatin ka Yusuf mulu? Mungkin pas kamu liat aku, itu lagi pas aku liat ka Yusuf kali”, sanggahnya dengan cepat sekaligus agak gugup. 
“Aku kan dari awal kajian sampai tadi selesai merhatiin kamu terus Dil, tatapan kamu ga lepas-lepas tuh dari Ka Yusuf. Hayoo hayoo ngaku aja lah ama aku mah, ada apa nih?” tanya ku penuh selidik. 
“Ah, udah ah jangan ngegossip terus, dosa!” pungkirnya. 
“Hhm, awas yak kalo ketauan ada apa-apa,” ancamku dengan nada becanda.

Kebetulan saat aku sedang berbincang dan menggoda Dila, Ka Yusuf lewat di depan kami dan menghampiri kami berdua. Wah, rasanya jantung ini berdegup kencang. Lebih kencang dari motornya Valentino Rossi, *lebay. Aku langsung menatap Dila, pipi Dila berwarna merah seperti tomat yang masak. 

“Assalamu’alaikum”, ucap Ka Yusuf sembari senyum dan lesung pipinya yang mengembang membuatnya makin terlihat tampan dan mempesona. Kami berdua agak lama menjawab, saking aku terpesona, kalau Dila ga tau deh kenapa jawabnya lama, aku rasa ga beda jauh. 

“Eh, wa’alaikum salam ka,” jawab kami agak gugup. 
“Gimana tadi kajiannya, ada kurang atau gimana menurut kalian?” tanya Ka Yusuf pada kami.
“Oh tadi kajiannya cukup menarik sih ka, berbicara masalah Indonesia yang ga ada ujungnya di timpa bencana. Di tambah para pemimpin yang seolah acuh tak acuh dengan keadaan rakyatnya yang terus di ‘sedot’ keringatnya untuk memfasilitasi mereka,” jawab Dila. 

“Iya ka, aku setuju sama Dila. Apa yang salah ya ka dengan Indonesia?” tanyaku pada Ka Yusuf. “Oh, kamu Dila,” tanya ka Yusuf yang tak langsung menjawab pertanyaanku. “Iya ka,” jawab Dila mengiyakan. “Gimana ka jawabannya?” tanyaku lagi sekedar mengingatkan. 

“Oh iya, lupa saya belum jawab pertanyaan kamu ya. Itu tanda Allah murka karena alam yang telah diciptakanNya tidak di pelihara dengan baik oleh manusia.  Allah beri peringatan kepada manusia, memperlihatkan bahwa alam mulai bosan dengan kelakuan para penghuninya. Mungkin juga penyebabnya karena kita kurang atau bahkan sama sekali tidak bersyukur.

Salah satu tanda orang bersyukur dengan alam yang di titipkan oleh Allah adalah merawat dan menjaga alam itu jangan sampai rusak dan jangan sampai ada yang merusak. Alam pun marah jika tak kita pelihara. Dia telah memberikan begitu banyak sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, tapi manusia dengan sifat serakahnya dan tidak puasnya itu malah mengeksploitasi tanpa memelihara dan tanpa mengganti apa yang dia ambil dari alam,” jawabnya.  

Aku terpesona mendengar jawaban dari Kakak yang tampan itu. Wah, pintarnya orang ini. Aku semakin suka dengan dia. Aku tatap Dila, sepertinya ia pun terpesona dengan kata-kata yang di ucapkan Ka Yusuf. “Oh gitu yak ka, aku juga ngerasanya sih begitu. Tapi ga kepikiran segitu jauhnya ka,” ujar Dila. 
“Ehem Dila, ngejawab juga,” godaku. “Apa sih La, ngegoda mulu deh dari tadi,” ujar Dila agak kesal. 

“Lho ko kalian jadi maen goda-godaan gitu sih? Ada apa nih?” timpal ka Yusuf. 
“Ini ka, Dila lagi ke semsem sama cowok”, jawabku dengan cepat.
“iiiih Nazla apa-apaan deh, gossip mulu nih,” ujar Dila.
“Oh kamu Nazla namanya, daritadi saya mau tanya ga kebagian ngomong sama kalian, hehe," timpal Ka Yusuf di sela-sela aku menggoda Dila. 
“Oh ka Yusuf daritadi mau ngomong toh, bilang dong ka. Yasudah saya beri kesempatan ngomong sama Dila deh, saya pengertian kan ka,” godaku. Wajah Dila mulai terlihat tak tersahabat, sepertinya campuran dari kesal dan malu.


Tak lama kami berbincang, aku melihat ada ketertarikan antara Dila dengan Ka Yusuf. Aku mencium aroma jatuh hati dari mereka, apa mungkin Dila mulai tertarik dan membuka hati untuk pria? mungkin saja, pikirku. Imposible is nothing, bukan? Dila juga manusia, seorang wanita yang memiliki rasa cinta dan menyukai lawan jenis. 

Itu sudah kodrat yang diberikan Tuhan kepada manusia, di antaranya Dila. Hanya saja kita harus adil menempatkan kodrat itu di tempat yang sesuai, jangan seperti zaman sekarang yang melakukan hal yang dilarang atas nama cinta. Padahal cinta itu suci tapi manusia yang mengotorinya dan selalu menyalahkan cinta atas apa yang mereka lakukan yang sebenarnya atas dasar nafsu. (Efek gaul sama Dila jadi pinter :p)


Bersambung...

@imardalilah

p1

Cinta Dalam Diam

Bila belum siap melangkah lebih jauh dengan seseorang, cukup cintai ia dalam diam. Karena diammu adalah salah satu bukti cintamu padanya. Kau ingin memuliakan dia, dengan tidak mengajaknya menjalin hubungan yang terlarang, karena kau tak mau merusak kesucian dan penjagaan hatinya. Karena diammu memuliakan kesucian diri dan hatimu. 

Menghindarkan dirimu dari hal-hal yang akan merusak izzah dan iffahmu. Karena diammu adalah bukti kesetiaanmu padanya. Karena mungkin saja orang yang kau cinta adalah juga orang yang telah Allah pilihkan untukmu.

Ingatkah kamu tentang kisah Fatimah dan Ali? Yang keduanya saling memendam apa yang mereka rasakan. Hingga pada akhirnya mereka di pertemukan dalam ikatan suci nan indah.
Karena dalam diammu tersimpan kekuatan, Kekuatan harapan. Hingga mungkin saja Allah akan membuat harapan itu menjadi nyata hingga cintamu yang diam itu dapat berbicara dalam kehidupan nyata.

Bukankah Allah tak akan pernah memutuskan harapan hamba yang berharap padanya?
Dan jika memang 'cinta dalam diammu' itu tak memiliki kesempatan untuk berbicara di dunia nyata, biarkan ia tetap diam. Jika dia memang bukan milikmu, toh Allah, melalui waktu akan menghapus 'cinta dalam diammu' itu dengan memberi rasa yang lebih indah dan orang yang tepat. Biarkan 'cinta dalam diammu' itu menjadi memori tersendiri dan sudut hatimu menjadi rahasia antara kau dengan Sang Pemilik hatimu, hanya antara kau dan Dia.

Namun sayang, Cinta Dalam Diam era zaman modern saat ini sudah berubah. Diam-diam perhatian, diam-diam curi-curi pandang, diam-diam berduaan, diam-diam mencuri kesempatan dalam kesempitan, diam-diam ngobrol panjang lebar berdua, diam-diam sms-an, diam-diam bbm-an, dan diam-diam yang entah masih ada berapa lagi.

Sulit rasanya meneladani Fatimah dan Ali. Pasti ada saja selubang jarum perasaan yang akan merusak kesucian cinta dalam diam itu. Dan selubang jarum itu dibiarkan begitu saja hingga membesar dan menjadi noktah dalam hati. Aduhai sangat meruginya kita. Apakah itu kita? Atau ada di sekitar kita.

Jika kita tak sanggup dengan Cinta Dalam Diam, jangan terus dipaksakan dan berkelit meneladani Fatimah dan Ali. Setan itu menggoda dari berbagai arah. Jangan memulai yang tak bisa kau akhiri. Jangan memulai apa yang kau tak sanggup menanggungnya. Segera akhiri, halalkan atau tinggalkan, Love Me or Love Me Not.

Bukankah akan semakin sakit kala ilmu belum siap, kala iman masih labil, kala kedewasaan belum menapak di Bumi, kita bermain-main dengan perasaan? Semakin lebih sakit saat orang yang kita Cinta Dalam Diam ternyata memilih orang lain atau dilamar orang lain atau melamar orang lain? Sedang diri belum siap dengan segala konsekuensi yang mungkin terjadi.

Jodoh itu tentang ketauhidan. Bagaimana kita percaya, kita yakin bahwa Allah pasti berikan yang terbaik. Sesuai kebutuhan kita. Tinggallah kita yang berusaha, berikhtiar sesuai dengan apa yang kita inginkan. Dari kesungguhan ikhtiar itulah takdir bisa berubah. Jodoh adalah takdir yang dipilih, maka pilihlah memfokuskan memperbaiki diri bukan fokus mencari siapa jodohku nanti. Ayolah, jodoh bukan tentang 'siapa' tapi tentang 'apa yang kita miliki'.

Jadi, jangan mulai yang tak bisa kita akhiri. Love Me or Love Me Not, Halalkan atau Tinggalkan!

@imardalilah

p1

Seandainya Boleh Memilih

Seandainya boleh memilih, setiap anak lebih menghendaki dilahirkan oleh ibu yang cerdas dibandingkan dengan bapak yang cerdas. Karena kecerdasan anak memang diturunkan dari gen ibunya. Setiap orang memiliki 23 pasang kromosom, terdiri dari 22 pasang kromosom autosom dan sepasang kromosom sex. 

Kromosom tersebut berasal dari ibu yang disebut dengan kromosom XX dan dari ayah yang disebut kromosom XY. Tingkat kecerdasan seseorang ditentukan oleh kromosom X yang berasal dari ibu. Demikian pendapat ahli genetika dari UMC Nijmegen Netherlands, dr. Ben Hamel. (Kubik Leadership, p.197)

Jadi, apakah wanita akan tetap terkurung dalam ideologi tradisional bahwa "tak perlu sekolah hingga perguruan tinggi, tak perlu wanita itu sekolah sampe bergelar sarjana, magister, doktor, profesor, dll, karena ujungnya dia akan kerja di dapur, kasur, dan sumur". Ini bukan soal dapur, kasur, sumur semata. Tapi ini tentang membangun pemimpin masa depan yaitu anak, dimana ibu adalah madrasah dan guru pertama baginya.


Rasulullah mengatakan "Wanita Adalah Tiang Negara". Apa jadinya jika para wanita di dunia ini tidak mempedulikan pendidikan? Apa jadinya jika seorang ibu tidak memiliki ilmu yang memadai untuk mendidik anak-anaknya? Akan menjadi apakah generasi penerus bangsa? Sudah terbayangkah oleh kita betapa pentingnya pendidikan bagi wanita?

@imardalilah

p1