Posted by Imar in
on
-
Kerasa ga
sih sekarang banyak banget orang yang mikirin uang mulu? Materialistis banget. Saya
baru ngeh pas nonton tipi, yaaa lagi-lagi tipi jadi salah satu obyek analisis
saya.
Dari tayangan tipi menurut saya menggambarkan masyarakat Indonesia sedang
mengalami budaya seperti apa. Ga bisa dipungkiri adanya tayangan suatu program di
tipi karena adanya permintaan dan minat dari penontonnya. Bertahannya suatu program
tipi karena banyaknya masyarakat yang menonton acara tersebut.
Kadang saya
nonton tipi karena bosan, kadang juga Cuma sekedar pengen tau lagi rame apa sih
di tipi-tipi itu. Banyaknya acara kuis, acara pencarian bakat, acara bagi-bagi
uang, memperlihatkan sekali masyarakat Indonesia lapar uang. Coba aja liat mimik
muka mereka, liat sebenernya orang-orang yang ikut audisi pencarian bakat mau
uangnya, mau terkenalnya, atau mau mengasah kemampuannya. Terlihat jelas.
Media elektronik
seperti televisi sangat sangat mempengaruhi masyarakat. Dimana infotainment mempertontonkan
artis-artis yang hidup glamour, bermobil milyaran, rumah seperti istana,
tas-tas branded, dan yang lainnya. Itu menjadi contoh untuk masyarakat yang
menontonnya. Inget loh, saat ada orang yang mencontoh kita –sekalipun kita ga
ada niat untuk memberikan contoh—kita bertanggung jawab atas hal itu.
Kalo kita
buruk lalu dicontoh,ditiru, dijadikan role model oleh orang kita punya ‘rantai’
dosa, punya investasi dosa. Dan sebaliknya, jika kita baik lalu dicontoh,
ditiru, dijadikan role model oleh orang lain kita punya ‘rantai’ pahala, punya
investasi pahala. Maka, berhati-hatilah dalam bersikap.
Misalnya gini
deh di tipi ada ada sinetron yang menceritakan orang ga punya uang, udah gitu
banyak utang. Dia putus asa, entah apalagi yang mesti diperbuat olehnya. Debt collector
nagih terus, ditelponin terus, rumah terus disatronin. Sampe akhirnya orang
tersebut buntu akal dan memutuskan untuk ngerampok.
Kebetulan kita
yang nonton ada di posisi yang sama dengan alur cerita sinetron tersebut. Nah
kita jadi punya ide untuk menyelesaikan masalah dengan cara ‘cepat’ dan ‘instan’
yaitu dengan ngerampok. Itu salah satu contohnya.
Atau misalnya
ada cewek pake baju yang terbuka, serba ngepas kayak leupeut merecet singset
wkwkkw. Mungkin kayak cabe-cabean gitu yaaa xixixi. Lalu dia pergi ke luar
rumah, jalan-jalan dengan berpakaian seperti itu. Ada pemuda yang melihatnya
lalu terangsang syahwatnya. Karena dikuasai oleh syahwat, si pemuda tersebut
mencari pelampiasan. Ada anak kecil, dia ‘embat’. Kena lah si cewek cabe-cabean
tadi ‘rantai’ dosanya.
Wah enak
aja nyalahin saya. Harusnya dia bisa tahan dan jaga dirinya dong? | Iya betul
sekali, memang seharusnya kita menahan dan menjaga diri kita sendiri karena kita
ga bisa menahan dan menjaga diri orang lain. Dengan kita menahan dan menjaga
diri sendiri, otomatis orang lain pun terjaga. Kasus tadi memperlihatkan bahwa
kita bisa membawa pengaruh baik/buruk terhadap orang lain.
Menjadi seorang
artis itu ga mudah. Orang dengan mudah melihat keseharian si artis, apa yang
dilakukan, gaya hidup, dan segala macamnya. Masyarakat banyak yang nafsu sama
duit, bisa juga karena ada pengaruh artis tadi ditambah dengan daya ungkit
media yang bisa menyebarkan virus begitu cepat.
Bukan cuma jadi
artis, pun jadi yang lain mestilah pintar menjaga dan menahan diri. Jadi pengusaha
stasiun tipi terlebih lagi kan karena itu sumber rezekinya, baik buruknya acara
yang ditayangkan bisa mempengaruhi baik buruknya rezeki yang didapatkan.
Banyaknya sekarang
motivasi seseorang itu to have (memiliki). Memiliki uang, harta benda,
ketenaran, dll. Baiknya minimal sekali agar hidup kita bernilai milikilah
motivasi hidup to be (menjadi). Menjadi artis, apakah termasuk to be? Belum tentu.
Jika dia ingin menjadi artis sekedar tergiur oleh penghasilannya, gaya
hidupnya, ketenarannya, itu termasuk to have. Materialistis.
Misal
menjadi artis yang menginspirasi masyarakat dengan karya-karyanya, prestasinya,
dll, itu baru termasuk to be. Menjadi, kebermanfaatan yang muncul dari dalam
diri tersebar ke orang lain.
Yuk daripada
mengutuk kegelapan lebih baik kita menjadi cahaya, walaupun setitik. Cuma ada 2
kemungkinan, jika kita bukan bagian dari solusi maka kita bagian dari masalah. Saya
ga akan pernah bosan untuk mengajak teman-teman berbuat, sekecil apapun. Karena
ga ada perbuatan sekonyong-konyong gueeede.
@imardalilah