Sekiranya Takdir

Sekiranya takdir berkata pertemuanmu dengan seseorang lebih sebentar dibandingkan perpisahannya, hendak berkata apa kau?

Sekiranya takdir berkata pertemuanmu dengan seseorang lebih sebentar dibandingkan perpisahannya, akankah kau membenci pertemuan itu?

Sekiranya takdir berkata pertemuanmu dengan seseorang lebih sebentar dibandingkan perpisahannya, apa yang akan kau lakukan selama perpisahan itu kau rasakan?

Sekiranya takdir berkata pertemuanmu dengan seseorang lebih sebentar dibandingkan perpisahannya, akankah kau bersedih? Lalu kemudian menghapus pelipur laramu itu?

Sekiranya takdir berkata pertemuanmu dengan seseorang lebih sebentar dibandingkan perpisahannya, bagaimana jika kau merindukannya?

Sekiranya takdir berkata pertemuanmu dengan seseorang lebih sebentar dibandingkan perpisahannya, akankah kau bertanya mengapa hal demikian terjadi padamu?

Dan sekiranya benar itu terjadi --pertemuanmu dengan seseorang lebih sebentar dibandingkan perpisahannya, sungguh itulah takdirmu. Bukan tanpa alasan. Alasannya apa? Teruslah mencari hikmah apa yang hendak Tuhan berikan padamu. Mengapakah Dia begitu tega memisahkan kau dengan seseorang itu begitu cepat?

Hanya dengan akal pikiran takdir bisa terungkap alasannya.
Hanya bagi orang-orang yang berpikir takdir menjadi salah satu bukti adaNya Tuhan dan mengimaninya salah satu kewajiban.

Apakah kita --aku, kau, dia, mereka-- termasuk orang yang memikirkannya? Atau justru kita termasuk kepada golongan yang sekedar bertanya "MENGAPA?"

@imardalilah

p1

Hujan

Gemericik hujan menyamarkan suara isak tangis manusia yang berjalan ditengah serbuan ribuan tetes air.

Hujan, ia seakan mewakili tabiat manusia. Menangis. Terisak sedu. Petirnya yang menggelegar bak teriakan manusia yang sudah tak kuasa lagi menahan rasa duka.

Langit, ia seakan mewakili mata manusia. Terkadang ia bermuram durja bahkan menangis. Diujung langit bagian lain terlihat mendung. Terlihat sekali ia sedang tak bahagia. Terkadang ia tersenyum cerah menerangi manusia yang ada di bumi.

Langit, ianya bak mata manusia. Apa yang sedang ia rasakan tak pernah sedikitpun bisa membohongi manusia yang melihatnya.

Mata manusia, satu-satunya yang tak bisa berbohong. Lisan yang mengucap bisa berkata apapun. Menutupi perasaan hatinya. Menutupi kegelisahannya. Namun mata, apa yang bisa ia sembunyikan dari hatinya? Tidak ada.

Ribuan kali mata menangis --mengeluarkan jutaan tetes air mata-- ia tak akan pernah kering. Bak siklus hujan dan air di bumi. Air hujan yang turun ke bumi diserap oleh tanah yang kemudian dialirkan ke sungai dan lautan. Lalu awan membawa molekul-molekul air yang kelak menjadikannya air hujan. Seterusnya begitu.

Malam ini langit malam menyembunyikan gemerlap bintang dan cahaya bulan.
Malam ini langit malam lebih memilih menghadirkan jutaan tetes air hujan, memutar suara gemericik suara air yang jatuh diatas tanah, dan membasuh sebagian permukaan dengan isak tangisnya.

Air hujan yang mengalir membawa apa yang ada dihadapannya, termasuk luka orang-orang yang malam ini sedang merasakan pilu.

Hujan, aku rela kau bawa luka itu sejauh mungkin. Ke muara sungai yang kau suka. Kemanapun. Sapu bersih ia.

@imardalilah

p1

Maha Indah

Tuhanku Yang Maha Indah, aku adalah salah satu wujud dari keindahan-Mu. Bukit Dieng yang aku kunjungi beserta bukit lainnya juga air terjun yang ada diantara bebukitan di Banjarnegara pun salah satu darinya.

Matahari yang terbit di ufuk timur yang aku lihat dengan mata telanjang diatas Seruni Point pun salah satu darinya.

Kawasan gunung Bromo, kawahnya, bebukitannya, padang pasirnya, semua indah dan merupakan bagian dari wujud keindahan-Mu.

Hamparan sawah nan hijau bak karpet yang terbentang luas, birunya langit yang menaungi bumi melengkapi keindahan keduanya yang kulihat saat aku menempuh perjalanan ratusan kilometer didalam mesin yang berjalan diatas rel pun menjadi bukti keindahan-Mu.

Lalu apakah aku pantas meragukan keindahan-Mu yang lain?

Aku yakin bahwasannya keindahan-Mu tak sebatas pada apa yang terlihat kasat mata. Namun juga ada pada yang tak nampak. Yang hanya bisa dirasakan oleh hati, diyakini oleh hati, dan dilihat oleh hati.

Seperti cara-Mu mendidik hamba-Mu. Secara kasat mata mungkin menyedihkan, menyakitkan, bahkan menganggap Kau tak punya belas kasih. Meracau dan menggugat dengan kata "MENGAPA?" pada-Mu. Tapi itulah cara-Mu, salah satu wujud keindahan-Mu.

Cara-Mu mungkin tidak menyenangkan bagi banyak orang. Akan tetapi tatkala manusia mau melihat dari sisi lainnya ia akan temukan bahwa cara-Mu indah. Tidak mempermudah dan memperlemah namun sebaliknya, memperkuat.


Apapun yang Kau berikan pada manusia ialah yang terbaik bagi mereka. Baik dari apanya, bagaimana, hingga manusia itu menemukan kenapa. Selalu ada udang dibalik batu. Selalu ada hikmah dari kejadian yang dialami olehmu.



Apalagi yang mesti aku gugat dari-Mu? Tiada lagi yang bisa aku protes dengan ke-soktahuan-ku. Engkau Yang Maha Tahu dan aku akan menjalani apa yang Kau izinkan dan kehendaki.


@imardalilah

p1

Bagaimana Jika

Bagaimana jika orang yang sangat kamu cintai adalah orang yang paling acuh terhadapmu?
Bagaimana jika orang yang sangat kamu cintai adalah orang yang paling tak pedulikanmu?

Pun disaat kamu letih.
Pun disaat kamu lelah.
Pun disaat kamu sedih.
Pun disaat kamu duka.

Bagaimana jika orang yang sangat kamu cintai adalah orang yang menanyakan kabarmu pun tidak?
Bagaimana jika orang yang sangat kamu cintai adalah orang yang menemuimu pun tak pernah?

Akankah kau tetap mencintainya?
Akankah kau tetap mempertahankannya?
Akankah kau tetap yakin dengannya?
Akankah kau tetap meminta pada Tuhan untuk dipersatukan dengannya?

Akankah kau tetap bersabar hingga ia tak lagi acuh terhadapmu?
Akankah kau tetap bersabar hingga ia memperhatikanmu?
Akankah kau tetap bersabar menanyakan kabarnya sekalipun ia tak pernah membalas atau bahkan membaca pesan singkat yang kau kirim itu?

Cinta, bukankah keyakinan terhadapnya selalu diuji?
Seberapa besar cinta kau padanya, seberapa besar keyakinan kau pada dirinya, dan seberapa besar kekuatan yang ada dalam dirimu menghadapi orang yang kau cintai itu?

Cinta, bukankah selalu harus diperjuangkan?
Bukankah perjuangan itu membutuhkan pengorbanan?
Lalu bagaimana jika kau semakin hari semakin jenuh dan ragu karena tak ada sedikitpun ia menatapmu?
Lalu bagaimana jika kau semakin hari semakin pamrih atas segala perjuangan dan pengorbanan yang kau lakukan untuknya selama ini?

Apakah saat kau pamrih tanda bahwa kau tidak tulus mencintainya?
Apakah saat kau letih menunggu --hingga mungkin kesabaran sudah habis itu bukti bahwa kau tidak benar-benar mencintainya?

Cinta, selalu tidak masuk akal. Entah datangnya, entah perginya.
Jika cinta menyakitimu lalu untuk apa kau masih berdiri tegak bertahan karena cinta?
Mengapa kau rela tersakiti karena cinta?

@imardalilah

p1