Manusia itu makhluk paling sempurna di dunia ini. Kenapa tidak
malaikat yang dikatakan makhluk paling sempurna?—padahal dia tunduk dan patuh
sepenuhnya kepada Tuhan, tidak pernah membangkang. Malah manusia yang bodoh,
penuh kekurangan, dan sering lupa dikatakan makhluk paling sempurna. Jawabnya ialah
karena manusia memiliki sisi malaikat dan setan. Manusia diberikan akal untuk
memilih mana yang akan ia lakukan, cara malaikat atau setan.
Akal itu apa sih?
Akal merupakan kekuatan untuk memutuskan atau menyimpulkan tentang sesuatu. Akal inilah yang akan menentukan manusia dalam bertindak. Manusia
bisa bertindak melebihi solehnya malaikat atau bertindak jahat
melebihi durhakanya setan.
Pernah ga sih kita berpikir bahwa orang tua kita, saudara,
kakak, adik, teman, sahabat kita tidak sayang pada kita? Saya rasa setiap orang
pernah merasakan hal tersebut.
Kenapa kita bisa berpendapat demikian?
Karena input yang kita dapatkan menggambarkan hal tersebut. Namun
tahukah kamu bahwa input yang masuk ke dalam otak kita melalui inderawi kita
bisa menghasilkan kemungkinan dua sisi : positif thinking atau negatif thinking.
Apa yang menentukan hasil tersebut?
Ialah proses pengolahan input dalam otak kita. Disinilah akal
berperan. Akankah kita pikirkan masak-masak input yang kita dapatkan atau kita
terbawa emosi sehingga berpikiran negatif? Akal-lah yang menentukan hal
tersebut.
Jika kita mengolah input yang kita dapat terlebih dahulu,
maka pikiran negatif itu akan menjauh. Tapi jika kita tidak mengolah input
tersebut dengan baik melalui akal kita, maka pikiran buruklah yang terbersit
dalam alam pikir kita.
Contoh begini, saya pernah ada di fase kakak-kakak saya
tidak peduli pada saya. Jangankan ikut membantu membayar biaya kuliah saya,
untuk sekedar membeli es cendol saja hampir tidak pernah. Saat saya meminta hak
saya, dibilang uang tak ada. Namun saat anaknya atau istrinya ada keperluan, pasti
ada uangnya.
Lumayan lama ada dalam fase tersebut membuat saya selalu
berpikiran negatif tentang kakak-kakak saya. Kenapa saya bisa bersikap
demikian? Karena input yang saya dapatkan berbicara demikian. Dan satu lagi
yang terpenting, saya tak pernah memikirkan, menimbang, atau mengolah input
tersebut dengan masak. Kesimpulan saya berbentuk judgement.
Seiring berjalannya waktu, saya berpikir. Memikirkan semua
yang pernah saya alami. Memikirkan kemungkinan-kemungkinan dan alasan-alasan
kenapa kakak-kakak saya berbuat demikian. Akhirnya saya sampai pada satu
kesimpulan bahwa cara mengungkapkan kepedulian, kasih sayang, cinta masing-masing orang cara berbeda. Bukan kakak saya tak sayang saya, tapi caranya tidak seperti (berbeda) pemahaman saya tentang cara menyayangi seseorang.
Akhirnya, saya bisa berdamai dengan diri saya sendiri. Saya belajar
memahami dan memaklumi orang lain. Belajar untuk memberi lebih dahulu, sekali
pun (mungkin) tidak akan pernah ada balasan dari orang yang saya beri.
Idul Fitri adalah momentum bagi saya mendengarkan suara hati
kakak-kakak saya, harapannya, keinginannya, doanya untuk saya. Masya Allah,
saya merasa apa yang diutarakan mereka itu tulus. Dari sana saya semakin yakin
bahwa mereka sayang pada saya tapi dengan cara yang berbeda, caranya
masing-masing.
Coba hitung berapa banyak sudah kita tanpa pikir panjang lantas
menjudgement seseorang?—mengeluarkan sisi setan kita. Berprasangka buruk pada
sebagian besar orang. Mengumpulkan sedikit demi sedikit noda hitam dalam hati
kita sehingga kebaikan apapun yang dilakukan orang yang kita benci tidak ada
artinya sama sekali bagi kita. Kebaikannya dianggap topeng, munafik, dan lain
sebagainya.
Keluarkanlah sisi malaikat kita. Kita bisa lebih soleh
dibandingkan malaikat. Sungguh. Dengan apa? Pakailah akal kita. Itu adalah
nikmat. Sesiapa yang mensyukuri nikmatNya maka Dia tambahkan. Lalu bagaimana
mensyukuri nikmatNya? Yaitu dengan cara memakainya sebaik mungkin, untuk
kebaikan dan menyebarkan kebaikan.
Akun IG, FB, Twitter : @imardalilah