Terkadang Begitu

Cinta, sampai kapan pun ia tak akan pernah habis dibahas. Akan ada banyak cerita tentang cinta, teorinya, bahkan sampai trik jitu mendapatkan cinta.

Cinta itu membingungkan.

Hati ini butuh cinta. Namun saat sudah memiliki, ia ingin merasakan kesendiriannya. Terkadang begitu, kan?

Cinta itu membingungkan.

Ketika cinta sudah ada dalam genggaman, namun ia ibarat air di daun talas --tak menentu. Tak tentu perasaannya, tak tentu keyakinannya, tak tentu lainnya. Terkadang begitu, kan?

Cinta itu membingungkan.

Ketika aku dan kau saling mencinta ada saja yang membuat ragu akan rasa cintaku padamu, begitu juga rasa cintamu padaku. Ah, memang terkadang begitu bukan?

Cinta itu membingungkan.

Saat kita sepakat "Ayo lanjutkan kisah ini hingga kita tak bisa lagi menggenggam tangan satu sama lain" namun selalu saja ada kata-katamu yang membuat aku enggan mewujudkan kalimat itu, membuat aku ingin menghapus kalimat tersebut. Mungkin kau pun demikian. Terkadang begitu, kan?

Cinta itu membingungkan.

Kita mengaku saling cinta namun terkadang tak ada yang mau mengalah satu sama lain, tak ada yang mau berkorban untuk salah satunya. Terkadang begitu, kan?

Cinta itu membingungkan.

Segala sesuatu akan cinta belum pasti namun yang dibahas antara aku dan kau sudah teramat jauh. Padahal belum pasti kau jadi milikku, demikian pula aku belum tentu jadi milikmu. Terkadang begitu, kan?

Cinta itu membingungkan.

Bila ditahan ia sangat menyakitkan, bila diungkapkan ia sangat mengikat erat. Ujungnya sama saja, sakit. Terkadang begitu, kan?

Maka, tetaplah cinta itu membingungkan. Agar aku dan kau terus berusaha menyibak semua yang membingungkan itu untuk membuktikan benarkah cinta yang ada diantara kita atau ia hanya pandangan mata saja.

@imardalilah

p1

Air Mata

Ketika mata memproduksi satu hingga ratusan tetes air mata, nikmatilah. Mungkin suatu saat kau akan merindukannya. Merindukan tetes demi tetes air bening itu mengalir pelan dari kedua sudut mata hingga membuat jalur di pipi dan terjatuh.

Ketika mata memproduksi satu hingga ratusan tetes air mata, itu bukan pertanda kau seorang yang lemah. Aku yakin, sekaliber penjahat kelas tingkat tinggi pun menangis dan ia menikmati tetes demi tetesnya.

Ketika mata memproduksi satu hingga ratusan tetes air mata, itu sekedar tanda bahwa kau manusia. Ya, manusia. Meneteskan air mata itu bukan kehinaan. Ianya hal yang manusiawi. Sudah fitrahnya.

Jika jarimu sudah lelah menghapus air mata itu kelak akan ada jari-jari yang lain yang selalu bersedia menghapus air matamu. Bahkan menghapus segala penyebab air mata itu keluar dari sumbernya.

Ratusan atau bahkan ratusan juta tetes air mata yang mengalir satu demi satu sedari kau kecil adalah saksi bisu. Saksi kesenanganmu, kesedihanmu, kebahagiaanmu, atau saksi bagi moment lainnya, bagi perasaan lainnya.

Air mata selalu membantu mengeluarkan sesak dalam hati, bukan?

Air mata selalu membantu mengekspresikan betapa bahagianya seseorang hingga ia tak bisa berucap apapun dan hanya bisa mengeluarkan air matanya, bukan?

Air mata selalu memiliki arti di setiap tetesnya. Mungkin jika ia di jadikan cerita per tetesnya tidak akan cukup waktu di dunia ini untuk menuliskan dan membacanya.

Keluarkanlah apapun yang kau rasa. Jika kau tak bisa mengeluarkannya dengan kata-kata melalu lisanmu, setidaknya kau keluarkan melalui tetesan air matamu.

Jangan pernah hiraukan orang lain tentang dirimu yang menangis hingga sembab.

Jangan pernah hiraukan orang lain tentang dirimu yang menangis hingga terisak sesenggukan.

Jangan pernah hiraukan orang lain tentang dirimu yang menangis mengharu biru saat satu-dua kebahagiaan menyertaimu.

Air mata. Bukan tanda kelemahan. Bukan tanda kehinaan.

Air mata adalah buncahan dari perasaan.

@imardalilah

p1