Ada yang nampak dan ada yang tak nampak. Begitulah apa yang ada di dunia ini. Yang nampak tidak selalu seperti apa yang terlihat. Namun, apa yang terlihat kadang itu adalah representatif dari apa yang tak nampak.

Yang nampak tidak selalu seperti apa yang terlihat. Ada peribahasa “Jangan Menilai Seseorang dari Luarnya” itu adalah maksud dari yang nampak tidak selalu seperti apa yang terlihat. Seseorang yang pakaiannya jelek belum tentu pribadinya jelek pula, begitu pun sebaliknya. Jika ada orang yang bahagia, belum tentu orang itu bahagia. Begitu kira-kira.

Apa yang terlihat kadang itu adalah representatif dari apa yang tak Nampak. Contohnya orang yang dengki terhadap orang lain pasti akan terlihat rasa dengkinya itu. Padahal rasa dengki tersebut tidak terlihat secara kasat mata, bukan? Itulah maksud dari yang terlihat adalah cerminan dari apa yang tidak terlihat. Coba cari disekitarmu, tidak sedikit yang demikian.

Biasanya Apa Yang Terlihat adalah Cerminan Dari APa Yang Tak Nampak itu adalah penyakit hati. Penyakit hati bisa kita rasakan (lihat) namun tidak bisa kita lihat secara kasat mata. Penyakit tersebut sangat berbahaya bagi kesehatan dan kebersihan hati kita.

Dari mana munculnya penyakit hati? Dari ego yang tak bisa kita kontrol. Misalnya, kita melihat teman sukses lalu kita malah iri hati terhadapnya. Disitu ego diri bermain. ‘Alah, paling suksesnya bentar doang. Alah, itu kan karena dia dibantu orang lain. Bla bla bla’

Andai saja kita bisa mengontrol ego kita dengan baik, maka penyakit hati bisa kita hindari bahkan jauhi. Buanglah ego (ke-AKU-an) yang ada dalam diri kita. Terlebih jika kita merasa punya andil dalam suatu hal, misalnya dalam pekerjaan ada proyek dimana ia sukses besar dikerjakan oleh tim. Dalam tim tersebut kita ada didalamnya. Lalu kita berkata “Ah, itu kan karena ada gue jadi proyeknya sukses. Coba kalau ga ada gue, ga bakal tuh proyek sukses kayak gitu”

Sering kita merasa seperti itu?

Jika kalimat tersebut terucap dalam candaan, tentu saja itu berbeda maksud. Namun dari pengucapan, ekspresi, dan lain sebagainya, bisa terlihat apakah kalimat seperti diatas dimaksud untuk candaan atau serius. Itulah yang disebut Apa Yang Terlihat adalah Cerminan dari Yang Tak Nampak.

Apakah salah berbangga diri seperti itu? Tentu saja tidak jika memang pada kenyataannya memang demikian. Namun alangkah lebih baiknya jika kita tetap down to earth, mengamalkan prinsip padi Semakin Berisi Semakin Merunduk. Bukan semakin menonjolkan ke-AKU-an. Itu adalah penyakit hati yang berbahaya. Menjadikan kita pribadi yang tidak ikhlas, tidak tulus, tidak memberikan sesuatu dari hati, dan tentu saja pamrih.

Coba bagi yang muslim tengok surat Al Ikhlas, adakah kata Ikhlas didalamnya? Tidak ada. Seperti itulah seharusnya kita. Sekali pun suatu hal akibat dari kerja tangan kita, kerja otak kita, kerja hati kita, namun jangan pernah menyebut ITU TERJADI KARENA GUE.

Jika kita melakukan suatu hal tidak ikhlas dan terus-terus disebut, luntur sudah nilai amal tersebut. Yang ada hanya rasa letih yang dirasakan fisik kita. Rasa tidak lapang dada, hati menjadi sempit karena merasa sudah ‘BERJASA’.

Bagi kita yang merasa ‘BERJASA’ tersebut tentu saja itu akan menyesakkan hati. Karena kita merasa mereka tak tahu berterima kasih, tak tahu balas budi, dan lain sebagainya. Dan bagi yang melihat cerminan hati kita tersebut akan merasakan energi negatif yang kita sebarkan dari rasa tidak ikhlas dan tulus itu. Lambat laun orang di sekitar kita akan meninggalkan kita karena ke-AKU-an yang kita junjung setinggi langit.


@imardalilah







Leave a Reply